Saat Tumbler Hilang dan Kuasa Berpindah, Menelaah Kasus Anita dengan Kacamata Foucault

28 November 2025 19:28 28 Nov 2025 19:28

Thumbnail Saat Tumbler Hilang dan Kuasa Berpindah, Menelaah Kasus Anita dengan Kacamata Foucault
Oleh: Athaya Khaisyah Azira*

Akhir-akhir ini, warganet digegerkan dengan kasus hilangnya tumbler seharga 300 ribu milik Anita Dewi di KRL. Ia kehilangan tumbler yang berada di dalam cooler bag yang tertinggal di kereta, lalu mengunggah keluhannya ke media sosial untuk mencari kejelasan.

Postingan yang diunggah di Threads itu dengan cepat menyebar dan memicu perhatian warganet, lalu menyeret nama seorang petugas KAI, Argi, yang saat itu menangani barang tersebut. Publik mulai berspekulasi tentang ‘kelalaiannya’, kabar tentang ia dipecat mulai beredar luas.

Di tengah memanasnya reaksi netizen, KAI memberikan klarifikasi dan melakukan pemeriksaan internal. Situasinya mereda setelah Anita dan suaminya bertemu langsung dengan Argi.

Pertemuan itu menghasilkan perdamaian: Anita meminta maaf, Argi tetap bekerja, dan kedua pihak sepakat insiden ini tak perlu lagi diperbesar. Namun jejak digital yang terlanjur viral membuat kasus ini tetap menjadi bahan perbincangan.

Dalam perspektif sosiologi, melalui kacamata teori kuasa Michel Foucault, kasus ini memperlihatkan bagaimana kuasa tidak selalu bersumber dari jabatan atau posisi struktural, melainkan dari wacana yang dominan di masyarakat.

Ketika Anita memposting ceritanya, ia menghasilkan wacana awal yang langsung dipercaya dan diperkuat oleh kecepatan media sosial.

Wacana itu memberi kuasa baru bagi dirinya, kuasa yang tidak ia miliki dalam relasi formal antara penumpang dan institusi.

Menariknya, wacana yang beredar juga memberi kuasa pada Argi. Ketika sebagian publik berbalik membela petugas dan mempertanyakan fairness dari proses yang berlangsung, Argi memperoleh legitimasi baru sebagai ‘korban pengadilan medsos’.

Meskipun ia sendiri tidak bersuara di ruang digital, wacana yang diciptakan publik menempatkannya dalam posisi yang memiliki bobot moral dan simpati.

Foucault menunjukkan bahwa kuasa bekerja lewat produksi kebenaran. Dalam kasus ini, kebenaran tidak ditentukan oleh prosedur resmi, melainkan oleh apa yang viral dan apa yang paling banyak mendapat dukungan publik.

Baik Anita maupun Argi menjadi tokoh yang dikuatkan oleh wacana-wacana berbeda yang bersaing di media sosial.

Pada akhirnya, persoalan tumbler ini membesar bukan karena nilai barangnya, tetapi karena bagaimana media sosial mengubah relasi kuasa.

Viralnya sebuah keluhan kecil bisa berubah jadi isu besar berskala nasional, memberi ‘kekuatan’ singkat untuk kedua belah pihak sekaligus, dan menunjukkan betapa mudahnya ruang digital membentuk apa yang kita anggap sebagai ‘kebenaran’ hari ini. (*)

*) Athaya Khaisyah Azira adalah Jurnalis Magang di Ketik.com dan Mahasiswa S1 Sosiologi Universitas Negeri Surabaya

**) Isi tulisan di atas menjadi tanggung jawab penulis

***) Ketentuan pengiriman naskah opini:

  • Naskah dikirim ke alamat email redaksi@ketik.com
  • Berikan keterangan OPINI di kolom subjek
  • Panjang naskah maksimal 800 kata
  • Sertakan identitas diri, foto, dan nomor HP
  • Hak muat redaksi.(*)

Tombol Google News

Tags:

tumbler anita Anitadewl Sosiologi viral tumbler viral