KETIK, HALMAHERA SELATAN – Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Kabupaten Halmahera Selatan(Halsel), Samsudin Chalil, mengingatkan pentingnya integritas dan tanggung jawab moral dalam kerja-kerja jurnalistik.
Dalam pandangannya, wartawan tidak hanya berperan sebagai penyampai informasi, tetapi juga sebagai penjaga keseimbangan publik dan pengawal jalannya pemerintahan yang transparan.
“Wartawan itu bukan sekadar penulis berita. Ia adalah penjaga kebenaran, penafsir realitas, dan penghubung nurani antara masyarakat dan pemerintah,” ujar Samsudin Senin 3 November 2025.
Samsudin menilai, profesi wartawan di Halmahera Selatan menghadapi tantangan yang kian kompleks di tengah derasnya arus informasi digital. Ia menekankan, di era kecepatan seperti saat ini, wartawan dituntut untuk lebih berhati-hati, teliti, dan patuh pada kode etik jurnalistik.
“Kecepatan memang penting, tapi kebenaran jauh lebih utama. Jangan sampai keinginan menjadi yang pertama justru mengorbankan keakuratan dan kredibilitas,” katanya.
Menurut Samsudin, wartawan memiliki peran strategis dalam mengawal agenda Pemerintah Daerah Halmahera Selatan. Namun, ia menegaskan, pengawalan tersebut harus dilakukan secara proporsional—tanpa kehilangan independensi dan objektivitas. Wartawan, katanya, tidak boleh menjadi alat kekuasaan, tapi juga tidak boleh menjadi pengadil yang menghakimi tanpa data.
“Mengawal bukan berarti membenarkan, dan mengkritik bukan berarti memusuhi. Pers yang sehat adalah pers yang mampu menempatkan diri di tengah, memberi ruang bagi fakta dan akal sehat untuk berbicara,” ujar Samsudin menambahkan.
Ia juga mengingatkan agar para jurnalis berhati-hati dalam menulis berita yang bersumber dari informasi yang belum terverifikasi. Dalam dunia yang penuh dengan klaim dan opini, kata Samsudin, wartawan harus menjadi penyaring kebenaran, bukan justru menambah keruh suasana.
“Kita harus berhenti menulis hal-hal yang belum jelas kebenarannya. Opini yang dibangun tanpa dasar fakta hanya akan menimbulkan ketimpangan informasi dan menyesatkan publik,” tegasnya.
Dalam kesempatan itu, Samsudin juga menyoroti pentingnya memahami Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers dan Kode Etik Jurnalistik (KEJ) sebagai pedoman utama dalam kerja wartawan. Ia menyebut, kaidah jurnalistik bukan sekadar formalitas, melainkan fondasi moral yang membentuk kredibilitas media.
Menurutnya, setiap berita harus melewati tahapan verifikasi, keberimbangan narasumber, dan penggunaan bahasa yang beretika. Kritik dalam pemberitaan, ujar dia, sebaiknya bersifat mendidik dan membangun kesadaran publik, bukan sekadar menggugah sensasi.
“Kritik yang baik bukan yang paling keras, tapi yang paling berdampak. Sebab, tujuan akhir jurnalisme adalah mencerdaskan masyarakat, bukan menyesatkan,” ucap Samsudin.
Ia mengajak seluruh wartawan di Halmahera Selatan untuk terus memperkuat kualitas diri, baik dalam hal literasi data, penulisan naratif, maupun kemampuan analisis sosial. Dalam pandangannya, wartawan masa kini dituntut untuk mampu membaca arah kebijakan publik dan memahami struktur pemerintahan agar dapat menyajikan berita dengan perspektif yang utuh.
“Wartawan yang baik adalah mereka yang mengerti konteks, memahami substansi, dan tidak mudah terbawa arus opini. Ia menulis dengan kepala yang dingin dan hati yang jernih,” tuturnya
Menutup pesannya, Samsudin mengajak seluruh insan pers di Halmahera Selatan untuk menjaga marwah profesi dan menjadikan jurnalisme sebagai sarana pencerahan. Ia berharap, semangat solidaritas di tubuh PWI dapat menjadi ruang tumbuh bagi para wartawan muda untuk belajar dan berproses dengan benar.
“Menjadi wartawan bukan hanya soal profesi, tapi juga soal kejujuran dan panggilan nurani. Mari kita menulis untuk mencerdaskan, bukan membingungkan. Mengabarkan untuk membangun, bukan menjatuhkan,” tutupnya.
