Pengamat Kebijakan Publik Sebut Bahlil Sukses Menjaga Stabilitas di Persimpangan Politik dan Kebijakan Energi

19 Desember 2025 17:45 19 Des 2025 17:45

Thumbnail Pengamat Kebijakan Publik Sebut Bahlil Sukses Menjaga Stabilitas di Persimpangan Politik dan Kebijakan Energi
Pengamat Kebijakan Publik Ramadhan Jash. (Foto: Zaid Kilwo/Ketik.com)

KETIK, SORONG – Dalam politik nasional yang kerap bergerak gaduh, stabilitas justru lahir dari langkah-langkah yang sunyi namun terukur. Di titik ini, peran Bahlil Lahadalia menarik untuk dibaca lebih jauh.

Sebagai Ketua Umum Partai Golkar sekaligus Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, ia berada di persimpangan strategis antara kekuatan politik dan kebijakan negara, dua ruang yang sering saling mengganggu, tetapi kini justru coba diselaraskan.

Langkah merampingkan struktur kepengurusan Golkar menjadi salah satu sinyal penting. Partai yang terlalu gemuk cenderung lamban, penuh friksi, dan mudah terjebak konflik internal. Penataan organisasi yang dilakukan Bahlil menunjukkan upaya mengembalikan partai sebagai alat konsolidasi, bukan sekadar arena kontestasi. Dalam konteks koalisi besar pemerintahan, disiplin internal menjadi prasyarat stabilitas eksternal.

Pengamat kebijakan publik Romadhon Jasn menilai konsolidasi tersebut sebagai upaya rasional untuk menjaga keseimbangan politik. Menurutnya, stabilitas tidak lahir dari kompromi tanpa arah. "Melainkan dari organisasi yang tertib dan tahu batas perannya dalam sistem pemerintahan," ujar Romadhon Jasn. Jumat, 19 Desember 2025.

Disiplin partai yang ditekankan Bahlil kerap disalahpahami sebagai pembatasan ruang kritik. Padahal, dalam praktik politik modern, kritik yang terlembaga justru menjaga efektivitas kolektif. Tanpa disiplin, partai mudah terpecah menjadi kepentingan-kepentingan kecil yang melemahkan daya dukung terhadap agenda nasional. Dalam situasi global yang tidak menentu, kegaduhan internal justru menjadi risiko politik.

Pendekatan serupa terlihat dalam kebijakan energi. Di sektor yang sarat tekanan geopolitik dan fluktuasi harga global, kebijakan membutuhkan kepastian. Regulasi yang mendorong efisiensi pengelolaan wilayah kerja migas dan capaian produksi minyak yang melampaui target bukan sekadar prestasi teknis, tetapi pesan politik: negara masih memegang kendali atas sektor strategisnya.

Ketahanan energi, dalam konteks ini, tidak bisa dilepaskan dari stabilitas politik. Pasokan yang aman menjaga ekonomi tetap bergerak, sementara kebijakan yang konsisten menciptakan kepercayaan investor dan publik. Energi bukan hanya soal listrik dan bahan bakar, tetapi fondasi dari keberlanjutan pembangunan nasional.

Romadhon Jasn melihat keterhubungan antara politik dan energi sebagai kunci. Ia menilai, ketika kebijakan energi dikelola dengan stabil dan minim kegaduhan, negara memiliki ruang lebih luas untuk fokus pada agenda kesejahteraan dan transisi jangka panjang.

Usulan pemilihan kepala daerah melalui DPRD yang sempat mengemuka juga dapat dibaca dalam kerangka efisiensi demokrasi. Gagasan ini memicu perdebatan, namun membuka diskursus penting tentang mahalnya ongkos politik dan dampaknya terhadap kualitas kepemimpinan daerah. Demokrasi diuji bukan hanya dari prosedur, tetapi dari hasil pemerintahan yang bekerja.

Dalam konteks bencana dan pemulihan infrastruktur energi, pendekatan kebijakan yang menempatkan fungsi negara sebagai penjamin layanan dasar kembali terlihat. Fokus pada pemulihan energi di wilayah terdampak menunjukkan bahwa kehadiran negara tidak berhenti pada pernyataan moral, tetapi diwujudkan melalui fungsi-fungsi konkret yang menopang kehidupan warga.

Pada akhirnya, kepemimpinan Bahlil dapat dibaca sebagai upaya menjaga stabilitas melalui disiplin politik dan kepastian kebijakan. Pendekatan ini mungkin tidak selalu populer, tetapi relevan dalam situasi nasional yang menuntut ketenangan bekerja. “Stabilitas bukan tentang meniadakan perbedaan, melainkan memastikan perbedaan tidak melumpuhkan negara,” tegas Romadhon Jasn. (*)

Tombol Google News

Tags:

Menteri ESDM Bahlil Lahadalia Ketua DPP Partai Golkar Ramadhan Jash Pengamat Kebijakan Publik