KETIK, TUBAN – Tiga hari ini publik dihenyakkan dua kejadian luar biasa dalam progam makan Bergizi Gratis (MBG) di Kabupaten Tuban. Kejadian itu menjadi perhatian berbagai pihak baik dunia akademik, ahli psikolog, termasuk pemerintah kabupaten (Pemkab) Tuban.
Mereka mendesak agar mitra SPPG, kepala SPPG atau yang lebih familiar dengan istilah Sarjana Penggerak Pembangunan Indonesia (SPPI) untuk dievaluasi dan tanpa menghentikan program secara total.
Kasus yang terjadi pada Rabu 24 September 2025 adalah ditemukannya ulat dalam sayur di SDN Compreng, kecamatan Widang. Siangnya kasus lain terjadi. Tercatat 6 siswa SMKN Palang Keracunan selesai menyantap menu makan siang dari pengolahan satuan pelayanan pemenuhan gizi (SPPG) setempat.
Belum lagi, informasi yang dihimpun media ini, sejumlah persolan menu makan gratis di lingkungan sekolah tidak mencuat. Pasalnya, pihak kepala sekolah tidak berani melapor ke luar. Selain itu, sekolah ditekan kesepakatan kontrak dengan mitra SPPG bila terjadi sesuatu dilarang disebarkan.
Di sisi lain, mitra dapur dalam sterilisasi atau pengkondisian penerima manfaat di lapangan berdalih sebagai pelaksana progam langsung atau perintah dari Presiden Prabowo Subianto.
Kinerja Lembaga Pelaksana MBG (Mitra Dapur, Ahli Gizi, SPPI) Dipertanyakan
Data diterima Ketik.com, rata-rata usia SPPI yang bertugas sebagai kepala dapur SPPG di kabupaten Tuban adalah remaja usia 20-30 tahun. Tentu masa usia ini merupakan usia tumbuh kembang anak, juga masih butuh pendampingan, bimbingan dan arahan ahli.
Sebaliknya, apabila dipaksakan dengan diberi tugas dan tanggung jawab penuh mencakup pengelolaan mitra SPPG sampai dalam menghadapi persoalan-persoalan di lapangan, rentan terjadi kejadian luar biasa. Itu seperti keracunan, perselisihan dengan mitra dapur. Padahal, SPPI membutuhkan pengalaman ektra serta dituntut dapat adaptif dan mampu berkomunikasi sosial baik dengan semua pihak.
"Bukan sebaliknya setiap ada persoalan pelaksanaan pengelolaan dapur sampai distribusi makan Gratis, ketika butuh komunikasi dengan kepala SPPI sebagai petugas yang ditunjuk BGN. Justru, petugas ini menghindar. Ini bukan cermin mencari problem solving di lapangan. Padahal dia ditugaskan menyukseskan program pak Prabowo," kata pengamat sosial dan dosen kampus swasta di Kabupaten Tuban Abdul Aziz
Suksesnya pelaksanaan MBG dari hulu sampai hilir, tambah Aziz, harus ada pendamping khusus sifatnya independen untuk pengawasan melekat kinerja SPPI dan Mitra Dapur SPPG serta pendampingan bila terjadi kejadian luar biasa di lapangan.
"BGN idealnya punya petugas khusus pengawasan untuk semua pihak yang terlibat progam MBG ini. Pengawas ini bisa mengawasi SPPI dan mitra SPPG serta mencari problem solving. Dengan begitu anggaran negara yang digelontorkan ke mitra dapur tidak serampangan dilaksanankan dilapangan," imbuhnya.
Psikolog Laily Hidayati, S.Psi., M.Psi.,mengatakan bahwa, soal usia dua puluh lima sudah cukup matang untuk diserahi tanggung jawab yang sifatnya teknis dan lingkupnya terbatas.
"Sekali lagi, teknis ya. Jadi tetap harus ada bimbingan, arahan, pantauan dari ahli," ucap Laily merespons pola komunikasi sosial petugas SPPI dalam progam MBG di kabupaten Tuban.
"Ndak berani jawabnya itu lebih karena masalah ini sedang disorot banget, jadi wajar sih kalau petugas lebih berhati-hati merespons," imbuhnya
Di kesempatan berbeda, Wakil Bupati Tuban Joko Sarwono merespons insiden 6 siswa SMKN Palang mengalami keracunan usai menyantap menu MBG. Menurutnya, Program ini pribadinya tetap berprasangka baik bahwa ini untuk perbaikan gizi masyarakat Tuban lewat kebijakan presiden.
"Tapi dalam hal seperti ini terjadi (keracunan, red) ada apa. Ini harus betul-betul kita evaluasi," kata Joko kepada awak media selesai mengikuti sidang paripurna di gedung dewan.
Mantan Plt kepala Dinsos P3A dan PMD yang telah berpengalaman menangani persoalan - persoalan bantuan sosial di Pemkab Tuban, Joko Sarwono menegaskan tidak hanya sekadar evaluasi, ia meminta dalam penyiapan makanan dari bahan hingga prosedur penyajian di SPPG maupun lembaga pelaksana MBG dari mitra dapur, SPPI dari Badan Gizi Nasional (BGN) perlu diawasi secara ketat.
Menurutnya, pengawasan dan evaluasi lembaga pelaksana MBG ini sangat perlu dilakukan untuk mitigasi persoalan dan mencegah masalah-masalah yang baru. "Kita akan melakukan pengawasan langsung di seluruh dapur MBG terkait proses penyiapan makanannya," imbuhnya.
Minimnya Pengawasan Berkelanjutan Terhadap Dapur MBG Operasional
Puluhan dapur MBG yang telah operasional di wilayah kabupaten Tuban, seiring waktu tidak dibarengi adanya petugas khusus sebagai pendamping dan pengawas dari BGN. Sebaliknya, BGN hanya bertumpu pada petugas SPPI yang bertugas di masing - masing dapur umum itu sendiri. Akibatnya, progam prioritas Presiden Prabowo Subianto rawan dimanfaatkan alias aji mumpung bagi sebagian dapur umum.
Adanya peristiwa keracunan siswa sekolah menunjukan kelemahan dalam pengawasan berkelanjutan. Sehingga, perlu investigasi lebih lanjut untuk memastikan kualitas makanan yang disajikan dapur MBG.
Selain itu, BGN melalui lembaganya perlu menunjuk pendamping sebagai petugas pemantau, untuk mengevaluasi, serta sebagai pengawas lembaga pelaksana BGN (SPPG,SPPI) di daerah - daerah dalam proses pengadaan, pengelolaan dan distribusian.
"Hal ini sebagai mitigasi penyimpangan penyajian makan pagi/ siang agar kejadian serupa di masa depan dapat dihindarkan," tutup Wabup Tuban Joko Sarwono.
Keseriusan Mitra Dapur MGB, Ahli Gizi Soal Kualitas Menu Makanan Dipertanyakan Wali Siswa
Adanya keracunan dan temuan kehigienisan makanan membuat salah satu orang tua siswa mempertanyakan kualitas makanan dari dapur mitra SPPG. Ia khawatir makanan dalam pengolahan bahan baku kurang dipilih dan tidak memenuhi standar gizi.
Hal ini berdampak negatif pada kesehatan penerima manfaat anak sekolah."Kalau menu seperti ini terkesan asal-asalan," ungkap wali murid berinisial R kepada media ini
Ia menegaskan bahwa pihak lingkungan sekolah serta siswa selaku penerima manfaat yang saat itu mendapatkan menu makan siang kurang layak seperti basi, bau takut melapor khawatir berurusan dengan pihak-pihak terkait, sama seperti kejadian temuan ulat di kecamatan Tambakboyo, dan terbaru di Kecamatan Widang.
"Sebenarnya wali murid yang mengeluh sudh banyak tetapi tidak berani lapor. Temuanya sama seperti yang lagi viral ramai ini," tutupnya. (*)