KETIK, SITUBONDO – HM Nasim Khan, anggota Komisi VI DPR RI dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa mengingatkan agar rencana pembangunan Jembatan Jawa-Bali (Jabal) bisa dikaji kembali agar dapat terealisasi, karena sangat berpengaruh dari sgala aspek.
HM Nasim Khan mengatakan, pada tahun 2016, Bupati Banyuwangi mengusulkan pembangunan jembatan penghubung Pulau Jawa dan Pulau Dewata Bali untuk mengatasi kemacetan di Pelabuhan Ketapang Banyuwangi–Gilimanuk Bali.
Selanjutnya pada September 2023, DPR RI khususnya Komisi V mendorong dilakukan kajian kelayakan (feasibility study) rencana pembangunan jembatan Jawa-Bali tersebut.
“Pemerintah Provinsi Bali secara konsisten menolak konsep jembatan penghubung Jawa-Bali ini. Sebab, ada kekhawatiran bahwa jembatan fisik akan melemahkan filter budaya tradisional yang ada di Pulau Dewata Bali. Karena mitologi dan nilai lokal Bali menganggap Pulau Jawa dan Bali harus terpisah oleh air,” terang Nasim Khan, melalui pesan WhastApp, Selasa, 29 Juli 2025.
Persatuan Hindu Dharma Indonesia di Banyuwangi, lanjut Nasim Khan, juga menyampaikan kekhawatiran, bahwa struktur jembatan yang lebih tinggi dari Padmasana (tempat suci umat Hindu) dianggap tidak sesuai secara spiritual.
Nasim Khan menjelaskan bahwa studi dari komunitas global seperti Reddit menegaskan secara teknis fisik memungkinkan membangun jembatan sepanjang 3 hingga 5 kilometer di atas laut, karena Selat Bali relatif sempit dan dangkal.
Namun terdapat tantangan utama yaitu wilayah yang rawan gempa dan potensi tsunami sebagai bagian dari Ring of Fire. Tapi, untuk pembangunan ini biaya sangat besar, salah satu estimasi kasar menyebut mencapai milyaran dolar AS dengan pertimbangan teknis dan return investasi yang masih dipertanyakan.
Hingga saat ini, sambung Nasim Khan, masih belum ada kajian lengkap (terbuka) dari lembaga teknis seperti Kemenko Maritim, Kemenhub, maupun kementerian lainnya. Namun, sudah ada dorongan politik dan legislatif untuk melakukan kajian kelayakan formal, termasuk aspek teknis, sosial, ekonomi, dan budaya.
Biaya besar, manfaat jangka panjang juga belum dipetakan secara jelas. Budaya dan sosial mayoritas Bali menolak karena mitologi dan pandangan kultural.
“Politik atau regulasi Pemerintah Bali konsisten menolak, DPR RI mendukung kajian. Kajian formal belum tersedia di publik, namun dorongan kajian muncul sejak tahun 2023. Kesimpulan hingga Bulan Juli 2025, proyek Jembatan Jabal (Jawa-Bali) di Selat Bali tetap berada pada tahap wacana dan usulan,” beber Nasim Khan.
Selanjutnya belum ada kajian teknis atau kelayakan yang dipublikasikan secara resmi. Salah satu hambatan terbesar yakni penolakan masyarakat Bali dan nilai-nilai kultural yang kuat.
“Kendati fisik memungkinkan, tetapi hingga saat ini tidak ada tanda-tanda yang jelas bahwa proyek ini akan segera dilaksanakan,” pungkas Nasim Khan. (*)