Menimbang Legalitas dan Dampak Lingkungan IUP PT Abdya Mineral Prima

1 September 2025 11:53 1 Sep 2025 11:53

Thumbnail Menimbang Legalitas dan Dampak Lingkungan IUP PT Abdya Mineral Prima
Oleh: T. Rahmat*

Polemik penerbitan Izin Usaha Pertambangan (IUP) Eksplorasi kepada PT Abdya Mineral Prima di Kecamatan Kuala Batee, Aceh Barat Daya, menimbulkan pertanyaan serius, baik dari aspek hukum maupun lingkungan. Penolakan masyarakat dan mahasiswa bukan sekadar ekspresi emosional, melainkan berakar pada dugaan pelanggaran prosedural serta kekhawatiran terhadap keberlanjutan ekosistem.

Dari perspektif hukum administrasi, penerbitan sebuah IUP seharusnya memenuhi prinsip legalitas dan partisipasi publik. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara secara tegas mengatur bahwa izin harus melalui mekanisme berjenjang, termasuk adanya rekomendasi dari pemerintah kabupaten, studi kelayakan, serta pelibatan masyarakat terdampak. Jika benar ada desa yang menolak memberikan rekomendasi, namun izin tetap diterbitkan, maka dapat dikategorikan sebagai cacat prosedur.

Lebih jauh, dugaan bahwa tanda tangan enam kepala desa atau di Aceh disebut keuchik hanya digunakan untuk izin survei awal tetapi kemudian dialihfungsikan sebagai dukungan terhadap izin eksplorasi tambang emas, mengandung potensi pelanggaran hukum. Jika benar demikian, maka hal ini dapat masuk ranah maladministrasi atau bahkan penipuan administrasi terhadap rakyat, yang berimplikasi pada batal demi hukum suatu keputusan tata usaha negara.

Selain aspek hukum, potensi dampak lingkungan tidak boleh diabaikan. Lokasi izin mencakup kawasan hulu sungai yang menjadi sumber air bersih bagi ribuan warga di tujuh gampong. Berdasarkan kajian akademis tentang ekologi DAS (Daerah Aliran Sungai), aktivitas pertambangan di hulu akan meningkatkan risiko sedimentasi, pencemaran logam berat, dan penurunan kualitas air. Hal ini sejalan dengan prinsip kehati-hatian (precautionary principle) dalam hukum lingkungan, yang mewajibkan pemerintah mencegah potensi kerusakan meski belum ada bukti empiris kerusakan yang nyata.

Dari perspektif pembangunan berkelanjutan, kebijakan pemberian izin ini justru bertolak belakang dengan agenda perlindungan lingkungan dan ketahanan pangan lokal. Pertambangan emas skala besar di kawasan yang bergantung pada pertanian dan perikanan darat, berpotensi menimbulkan konflik kepentingan antarsektor yang merugikan masyarakat luas.

PT Abdya Mineral Prima ini beralamat di Mega Kuningan, Jakarta Selatan, dengan direktur bernama R Andriana Pramana. Perusahaan ini mengantongi IUP eksplorasi mineral logam emas melalui SK Nomor 540/DPMPTSP/91/IUP-EKS/2025, berlaku sejak 17 Januari 2025 hingga 17 Januari 2033. Luas konsesi yang diberikan mencapai 2.319 hektare, mencakup sejumlah desa di Kecamatan Kuala Batee, antara lain Desa Bahagia, Panton Cut, Kampung Tengah, Blang Panyang, Drien Beurumbang, Krueng Batee, hingga Alue Pisang. Saat ini status izin tersebut masih aktif.

Ancaman nyata kehadiran perusahaan ini bagi rakyat dan alam dinilai hanya akan membawa kerugian jangka panjang. Apalagi wilayah konsesi tidak hanya mencakup hutan, tetapi juga lahan produktif warga, perkebunan, serta aliran sungai yang menjadi sumber air bersih.

Oleh karena itu, terdapat beberapa rekomendasi yang patut dipertimbangkan:

  1. Audit Prosedural – Pemerintah Aceh, melalui inspektorat atau lembaga independen, perlu melakukan audit terhadap proses penerbitan IUP untuk memastikan legalitasnya.
  2. Kajian Lingkungan Independen – Dibutuhkan kajian dampak lingkungan secara partisipatif dengan melibatkan akademisi, masyarakat lokal, dan organisasi lingkungan.
  3. Peninjauan Ulang Izin – Jika terbukti cacat prosedur atau berpotensi menimbulkan kerusakan lingkungan serius, maka Gubernur Aceh memiliki kewenangan untuk membatalkan IUP tersebut.
  4. Dialog Multi Pihak – Pemerintah daerah perlu memfasilitasi ruang dialog antara masyarakat, DPRK, pemerintah, dan perusahaan agar keputusan yang diambil benar-benar mencerminkan kepentingan publik.

Pada akhirnya, persoalan IUP PT Abdya Mineral Prima bukan hanya tentang izin pertambangan, melainkan tentang kepastian hukum, tata kelola pemerintahan yang baik, dan keberlanjutan lingkungan. Pemerintah daerah dan provinsi perlu membuktikan komitmennya. Apakah pemerintah akan berpihak pada investasi jangka pendek yang berisiko, atau pada keberlangsungan hidup masyarakat dan generasi mendatang?

*) T. Rahmat merupakan Pemuda Aceh Barat Daya

**) Isi tulisan di atas menjadi tanggung jawab penulis

***) Karikatur by Rihad Humala/Ketik.co.id

****) Ketentuan pengiriman naskah opini:

  • Naskah dikirim ke alamat email redaksi@ketik.co.id.
  • Berikan keterangan OPINI di kolom subjek
  • Panjang naskah maksimal 800 kata
  • Sertakan identitas diri, foto, dan nomor HP
  • Hak muat redaksi.(*)

Tombol Google News

Tags:

opini T. Rahmat PT Abdya Mineral Prima IUP