Marak Sengketa Tanah Terlantar, FH Uniska Kediri Tawarkan Jurus Ampuh Atasi Konflik Agraria

17 Juli 2025 20:15 17 Jul 2025 20:15

Thumbnail Marak Sengketa Tanah Terlantar, FH Uniska Kediri Tawarkan Jurus Ampuh Atasi Konflik Agraria
seminar nasional yang digelar Fakultas Hukum Universitas Islam Kadiri (Uniska) Kediri, Kamis 17 Juli 2025. (foto : Aan/Ketik).

KETIK, KEDIRI – Persoalan pengelolaan tanah negara bekas tanah terlantar menjadi perhatian serius dalam seminar nasional yang digelar Fakultas Hukum Universitas Islam Kadiri (Uniska) Kediri, Kamis 17 Juli 2025. 

Seminar digelar di Aula Gedung E Kampus Uniska Kediri ini mengangkat tema Pengelolaan Tanah Negara Bekas Tanah Terlantar, Persoalan, Solusi, dan Kebijakan. Kegiatan ini dilakukan melalui kerja sama antara Fakultas Hukum Uniska dan DPC Peradi Kediri.

Dekan Fakultas Hukum Uniska, Dr. H. Zainal Arifin mengatakan bahwa kegiatan ini menjadi bentuk kontribusi akademik dalam merespons persoalan pengelolaan aset negara yang selama ini terbengkalai, termasuk tanah yang tidak produktif akibat konflik atau lemahnya kepastian hukum.

"Seminar ini tidak hanya melibatkan akademisi dan praktisi hukum, tapi juga menghadirkan perangkat desa, lurah, dan camat sebagai pelaku langsung di lapangan," katanya usai acara. 

"Harapannya, solusi dan kebijakan yang dihasilkan bisa lebih kontekstual," imbuhnya.

Zainal Arifin, menyebut bahwa isu ini sangat relevan karena menyangkut aset negara yang sering kali menjadi sumber konflik di masyarakat. Menurutnya, banyak lurah, camat, hingga kepala desa yang harus berhadapan langsung dengan permasalahan tanah terlantar.

“Tanah terlantar adalah aset negara, tapi sering kali justru memicu polemik di tingkat bawah,” ujar Zainal.

Ia mengungkapkan, dalam praktik di lapangan, kasus-kasus tanah terlantar kerap rumit karena munculnya klaim sepihak seperti dijadikan tanah makam, atau konflik kepemilikan akibat minimnya bukti autentik.

Foto Dekan Fakultas Hukum Uniska, Dr. H. Zainal Arifin saat dikonfirmasi usai acara seminar nasional yang digelar Fakultas Hukum Kediri, Kamis 17 Juli 2025. (foto : Aan/Ketik).Dekan Fakultas Hukum Uniska, Dr. H. Zainal Arifin saat dikonfirmasi usai acara seminar nasional yang digelar Fakultas Hukum Kediri, Kamis 17 Juli 2025. (foto : Aan/Ketik).

Oleh karena itu, dibutuhkan proses verifikasi yang ketat, transparansi melalui notifikasi publik, serta penelusuran riwayat tanah berdasarkan dokumen agraria.

“Kalau dokumen hilang dan saksi sudah tiada, maka hukum agraria adalah satu-satunya rujukan. Kita perlu mengkaji ini secara ilmiah agar tidak terus menimbulkan konflik,” tegasnya.

Zainal pun berharap seminar ini dapat menjadi titik awal pembentukan kebijakan yang lebih adil dan akuntabel dalam pengelolaan tanah negara. 

“Kami ingin seminar ini tak hanya menjadi forum diskusi, tapi juga mendorong lahirnya solusi konkret. Ini bentuk kontribusi akademik Uniska untuk negara dan masyarakat," tandasnya. 

Salah satu narasumber utama, Dr. H. Nurbaedah dalam materinya memaparkan bahwa status tanah terlantar bisa dilihat dari dua sisi: secara fisik dan yuridis. Secara fisik, tanah dianggap terlantar bila ditinggalkan hingga menjadi belukar, batas garapan tidak jelas, atau hanya sekali panen dalam rentang waktu tertentu.

“Secara yuridis, tanah terlantar terjadi jika ditinggalkan oleh pemilik atau penggarapnya dalam waktu lama tanpa alasan sah, hingga kembali ke hak ulayat atau tidak ada yang mengklaim kepemilikan,” terang Nurbaedah yang juga Ketua Program Magister Hukum PPS Uniska.

Ia menjelaskan, penelantaran tanah sejatinya telah melanggar sejumlah asas hukum yang terkandung dalam Undang-undang Pokok Agraria (UUPA). Di antaranya asas fungsi sosial, asas kemanfaatan, asas kepastian hak, hingga asas itikad baik.

“Ketika tanah tidak digunakan sesuai hak dan fungsinya, itu bertentangan dengan asas hukum agraria yang berlaku. Hal ini perlu segera diatur dengan kebijakan yang lebih aplikatif,” tambahnya.

Nurbaedah juga menyoroti lemahnya pengorganisasian serta belum jelasnya institusi yang bertanggung jawab atas implementasi kebijakan tanah terlantar, terutama setelah adanya perubahan struktur di tubuh BPN.

“Banyak peraturan hukum yang tumpang tindih. Bahkan definisi tanah terlantar pun masih multitafsir, ini harus segera diperjelas,” tegasnya.

Dalam sesi solusi dan kebijakan, Nurbaedah menyarankan agar pemerintah menyempurnakan PP Nomor 36 Tahun 1998 tentang Penertiban dan Pendayagunaan Tanah Terlantar, serta PP Nomor 20 Tahun 2021 tentang Penertiban Kawasan dan Tanah Terlantar.

“Pemerintah perlu menyederhanakan mekanisme penertiban tanah terlantar, mulai dari proses identifikasi hingga penetapan status tanah. Harus ada satuan tugas khusus yang benar-benar bekerja di lapangan,” paparnya.

Zainal Arifin menambahkan, hasil diskusi dalam seminar ini nantinya akan disusun dalam bentuk rekomendasi teknis dan ilmiah yang bisa digunakan sebagai bahan pertimbangan kebijakan oleh pemerintah dan lembaga terkait.

Adapun narasumber lain dalam seminar ini adalah Prof. Dr. Irawan Soerodjo, S.H., M.Si. dan Dr. Yagus Suyadi, S.H., M.Si. Kegiatan ini dipandu oleh moderator Eko Sunu Jatmiko, S.H., M.Kn., serta diikuti puluhan peserta dari unsur akademisi, praktisi hukum, dan aparatur pemerintahan. (*)

Tombol Google News

Tags:

Uniska Kediri kediri fakultas hukum Uniska agraria Kediri kampus Kediri