Makan Bergizi, tapi Sistemnya Sakit

23 November 2025 20:10 23 Nov 2025 20:10

Thumbnail Makan Bergizi, tapi Sistemnya Sakit
Oleh: Harda Kiswaya*

Sebagai Bupati Sleman, saya melihat polemik seputar program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang tengah hangat diperbincangkan di tingkat nasional dengan keprihatinan mendalam. Niat dasar program ini, yaitu memastikan kecukupan gizi anak-anak sebagai investasi masa depan bangsa, sungguh mulia dan tidak terbantahkan.

Visi tersebut adalah impian setiap pemimpin daerah. Namun, dalam mengelola kebijakan publik, niat baik saja tidak pernah cukup. Apabila visi yang mulia ini ditopang oleh sistem yang sakit, perencanaan yang tergesa, dan koordinasi yang lemah, maka hasilnya justru bisa melahirkan bencana sosial dan mengkhianati amanat rakyat. 

Inilah ironi terbesar yang harus menjadi refleksi bagi seluruh pemangku kebijakan, termasuk saya di Sleman. Saya memandang isu ini sebagai cerminan nyata bahwa populisme yang mengutamakan kecepatan dan popularitas program tanpa kerangka tata kelola yang rapi hanya akan menjadi bumerang. 

Di level pusat, mungkin program ini terlihat heroik dan masif, tetapi di lapangan, terutama di tingkat pelaksana daerah yang paling dekat dengan publik, saya menyaksikan bagaimana implementasi yang terburu-buru justru menciptakan inefisiensi dan ketidakpercayaan.

Menganalisis Tiga Penyakit Kronis Tata Kelola

Kekuatan utama program sosial terletak pada implementasinya yang akuntabel. Program MBG yang seharusnya menjadi solusi, jika tidak dilakukan evaluasi yang mendalam maka terancam menjadi studi kasus kegagalan. Kegagalan ini, berdasarkan analisis dan pengamatan yang saya lakukan di daerah, bersumber dari tiga penyakit kronis tata kelola publik.

Yang pertama adalah Perencanaan yang Tergesa dan Pragmatis. Program sebesar MBG yang menyentuh jutaan jiwa membutuhkan road map yang matang, uji coba (pilot project) yang intensif, serta pemetaan logistik dan sumber daya yang detail. Ketika sebuah program didorong secara politis tanpa kesabaran prosedural, ia akan mengabaikan detail penting.

Detail ini termasuk mekanisme pengadaan bahan baku yang berkelanjutan, standar kebersihan dan keamanan pangan (HACCP) yang ketat, hingga kesiapan infrastruktur dapur dan distribusi di tingkat lokal, dari kawasan perkotaan hingga pedesaan. 

Sleman, sebagai kabupaten yang menjunjung tinggi kualitas layanan, tidak akan menoleransi kebijakan yang berprinsip "asal jalan dulu, evaluasi belakangan." Prinsip tersebut adalah bentuk kelalaian terhadap dana publik dan merupakan praktik quick win politik jangka pendek yang berisiko merusak citra layanan publik jangka panjang.

Yang kedua adalah Lemahnya Koordinasi Lintas Sektoral dan Vertikal. Program MBG adalah isu lintas sektoral yang kompleks; melibatkan sektor kesehatan (standar gizi), pendidikan (sasaran), pangan (pengadaan), hingga ekonomi daerah (distribusi). 

Tanpa koordinasi vertikal dan horizontal yang ketat misalnya antara Kementerian terkait di pusat dengan Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan, dan BUMD pangan di daerah program ini hanya akan menjadi tumpukan kebijakan yang saling bertabrakan. Daerah seringkali ditempatkan dalam posisi sulit: dituntut menjalankan mandat pusat tanpa diberikan keleluasaan operasional dan anggaran yang memadai. 

Program yang melibatkan pergerakan pangan secara massal harusnya bisa menggerakkan ekonomi lokal dan memberdayakan UMKM pangan daerah. Namun, jika sistem distribusinya sudah dipatok secara sentralistik dari atas, potensi penguatan ekonomi lokal pun terabaikan, membuat program terasa asing dan tidak partisipatif bagi daerah itu sendiri.

Inti masalah dan penyakit ketiga, yang paling krusial, adalah Kurangnya Transparansi dan Akuntabilitas di Level Pelaksana. Kekacauan implementasi seringkali beriringan dengan minimnya akuntabilitas. Publik, terutama orang tua siswa dan guru, berhak tahu standar gizi yang jelas, sumber pengadaan, dan mekanisme penyaluran dana yang digunakan.

Ketika informasi ini buram, ruang untuk praktik-praktik yang tidak efisien, penyelewengan spesifikasi, atau bahkan potensi penyimpangan menjadi terbuka lebar, merusak kepercayaan publik terhadap pemerintah. Di tengah semangat nasional melawan korupsi, program yang menyentuh langsung gizi anak-anak harus menjadi etalase tata kelola yang bersih dan transparan, bukan malah menimbulkan kecurigaan. 

Kegagalan MBG ini harus menjadi pelajaran bahwa kebijakan yang mengandung kepentingan politik nasional harusnya justru menjadi teladan tata kelola yang baik dan bukan menciptakan celah moral hazard.

Komitmen Tata Kelola Sleman yang Sehat

Pelajaran dari isu MBG ini menjadi refleksi penting bagi Pemerintah Kabupaten Sleman. Prinsip saya adalah bahwa program sosial, sekecil apapun skalanya, harus dilandasi oleh tata kelola yang matang dan berbudaya evaluasi berkelanjutan. 

Saya berkomitmen untuk selalu memprioritaskan perencanaan yang berbasis data (eviden-based policy) dan melibatkan partisipasi publik. Kebijakan publik yang baik harus didesain dengan pemahaman mendalam terhadap kondisi lapangan, memahami betul kondisi masyarakat di seluruh pelosok kabupaten. 

Saya akan terus mendorong sinergi antar Organisasi Perangkat Daerah (OPD) dan BUMD agar setiap program, khususnya yang terkait kesejahteraan sosial dan gizi masyarakat, dapat berjalan secara terpadu. Pengadaan barang dan jasa harus diarahkan untuk mendukung ketahanan pangan dan ekonomi lokal, bukan sekadar memenuhi target kuantitas semata. 

Dengan demikian, kita dapat menghindari jebakan populisme yang mengutamakan kecepatan dan popularitas program di atas kualitas dan keberlanjutan. Saya ingin anak-anak Sleman tidak hanya mendapatkan makanan yang bergizi, tetapi juga sistem layanan publik yang sehat, transparan, dan dapat diandalkan. Ini adalah tanggung jawab moral saya sebagai pemimpin daerah.

*) Harda Kiswaya adalah Bupati Sleman Periode 2025-2030

**) Isi tulisan di atas menjadi tanggung jawab penulis

***) Ketentuan pengiriman naskah opini:

  • Naskah dikirim ke alamat email redaksi@ketik.com
  • Berikan keterangan OPINI di kolom subjek
  • Panjang naskah maksimal 800 kata
  • Sertakan identitas diri, foto, dan nomor HP
  • Hak muat redaksi.(*)

Tombol Google News

Tags:

opini MBG Harda Kiswaya