Oleh : Raditya Indrajaya
Kalau perbankan Jabar itu restoran, dapurnya lagi sibuk: aset naik 2,45%, DPK naik 3,63%, dan kredit naik 3,64%. Masakan keluar terus, pelanggan senyum, kokinya hanya keringetan dikit karena NPL 4,28%—masih di batas aman, belum perlu panggil pemadam.
Sementara LDR 91,89%, artinya bank bukan cuma pamer saldo, tapi juga aktif mengalirkan pembiayaan ke meja nasabah.
Menu utamanya jelas: penyaluran kredit di Jawa Barat tembus Rp628 triliun, tumbuh 3,63% YoY. Di panggung nasional, Jabar jadi runner-up setelah DKI, dengan pangsa 7,79%—kalau ekonomi Indonesia itu konser, Jabar ini band pembuka yang penontonnya sudah teriak “encore” duluan.
Siapa pelanggan paling doyan kredit? KPR & KPB: porsinya Rp181,38 triliun (naik 5,58%). Di belakangnya, “bukan rumah tangga” ikut lahap: Rp126,74 triliun (naik 11,62%).
Di sisi lain, ada tamu yang lagi ngambek: Perdagangan turun 4,70% (NPL 6,17%), Konstruksi melorot 13,58% (NPL 7,24%), dan kategori “lainnya” ikut melemah 5,39% (NPL 3,47%). Untungnya, Real Estate justru ngebut 20,17% dengan NPL 2,33%, sementara segmen rumah tangga tetap anteng (naik 11,62%, NPL 1,85%).
Kalau uang itu air, Bandung adalah hulunya: DPK 34,96% dan kredit 31,59%; bendungan utama yang mengalirkan ke Bekasi, Bogor, Depok, hingga Karawang. Catatan waspada: NPL gross tertinggi sedang muncul di Banjar, Sukabumi, Cirebon, Bandung Barat, dan Tasikmalaya—sinyal untuk nurunin gas sebelum tikungan tajam.
Dari jenis usaha, bank konvensional masih bos besar—menguasai Aset 88,65% (Rp928 T), DPK 89,05% (Rp637 T), dan Kredit 89,06% (Rp586 T). Dari fungsi, Bank Umum mendominasi hampir semuanya: Aset 96,88% (Rp1.014 T), DPK 96,85% (Rp693 T), Kredit 96,34% (Rp633 T)—BPR/BPRS tetap vital sebagai warung tetangga yang selalu buka lebih pagi, tapi ukuran pancinya memang beda.
Khusus Bank Umum berkantor pusat di Jabar, lagi diet ketat: Aset Rp194 T (turun 3,09%), DPK Rp139 T (melambat 3,70%), Kredit Rp127 T (melambat 1,99%). NPL gross naik dari 1,67% ke 2,71%, dan laba susut 36,73% ke Rp539 miliar—bahasa sederhananya: lagi mempertebal pencadangan, ibarat siapin ban serep karena jalanan mulai berlubang.
Sementara itu, BPR & BPRS seperti habis minum jamu: Aset naik 3,33%, DPK 4,66%, Kredit 3,87%. Memang NPL naik ke 13,27%, tapi laba justru melesat 247,59% jadi Rp0,17 triliun. Intinya, warung kecilnya makin laris, walau jurus penagihan harus makin rapi agar etalase tetap kinclong.
Yang milik Pemda juga bangkit: Aset Rp6,97 T (naik 2,46%), DPK Rp2,40 T (naik 3,56%), Kredit Rp5,81 T (naik 4,71%). NPL memang naik ke 16,41%, namun dari rugi Rp0,03 T tahun lalu, kini berbalik laba Rp0,08 T—plot twist yang bikin auditor senyum tipis.
Di mesin ekonomi rakyat, KUR Jabar Januari–Juni 2025 tembus Rp13,74 triliun (share 10,58% nasional). Hanya di bulan Juni, 40.753 pelaku usaha kebagian Rp2,27 triliun. Komposisi paling jumbo di sektor mikro (63,59%), disusul KUR Kecil (36,06%), Super Mikro (0,18%), dan TKI (0,17%). Terjemahan bebasnya: ekonomi papan atas boleh melambat, tapi ekonomi lapak tetap semarak.
Di pasar modal, jumlah investor (SID) tumbuh 8,52% menjadi 3.075.538. Nilai transaksi saham pun melonjak 92,98% ke Rp30,10 triliun—bursa jadi semacam pasar malam modern: lampunya terang, jajanannya banyak, tapi tetap harus ingat pulang sebelum subuh.
Pembiayaan nonbank juga ramai: perusahaan pembiayaan naik 1,58% (NPF 2,95%), modal ventura naik 2,5% (NPF 5,57%), fintech lending melejit 22,95% ke Rp20,25 triliun dengan TWP90 3,72%. Sementara Dana Pensiun sedikit diet 0,82%. Analoginya: order makin banyak, tapi helm dan rem harus dicek tiap putaran.
OJK Jabar: Bukan Sekadar Wasit, Tapi Juga Pelatih Literasi & Inklusi
Di balik angka-angka yang bikin dahi berlipat, OJK Jabar kerja seperti panitia hajatan besar: 1.433 kegiatan edukasi keuangan sampai 30 Juni 2025, menjangkau 173.492 orang di 27 kota/kabupaten—bukan cuma memberi mic ke pembicara, tapi memastikan tamu undangan paham bedanya arisan, investasi, dan “investasi yang katanya arisan”.
Menu programnya beragam: Bulan Literasi Keuangan, SiMOLEK (mobil literasi yang rajin “jemput bola”), KBR – Kampung Bersih Rentenir, edukasi asuransi mikro jiwa, hingga pembekalan untuk calon PMI—ini semua bagian dari Gencarkan (Gerakan Nasional Cerdas Keuangan) menuju Indonesia Emas 2045. Bahasa sederhananya: angkat literasi, turunkan ilusi.
Layanan aduan pun jalan terus: hingga akhir Juni, OJK Jabar menangani 523 layanan informasi/pertanyaan/pengaduan. Bersama Satgas PASTI, mereka jadi garda depan melawan aktivitas keuangan ilegal. Hasilnya sejak awal 2025: 1.253 laporan, dengan 1.044 di antaranya soal pinjol ilegal—bukti bahwa edukasi perlu terus “dinaikkan volumenya” agar warga makin kebal rayuan cicilan yang manisnya cuma di chat awal.
Garis besarnya begini: selang kredit Jabar masih kencang, kran likuiditas tetap terbuka, dan ember NPL—meski “ikut ngekor”—belum tumpah. Selama dapur bank disiplin, nasabah rasional, dan OJK terus menggencarkan literasi serta menertibkan praktik ilegal, pesta ekonomi bisa lanjut tanpa perlu minta maaf ke tetangga. Kalau ada yang datang lewat DM menawarkan pinjaman “semanis senyuman”—ingat, diskon bunga paling manis itu namanya bebas dari jerat utang.(*)
*) Raditya Indrajaya, adalah Pemerhati Ekonomi dan Kebijakan Publik
**) Isi tulisan di atas menjadi tanggung jawab penulis
***) Karikatur by Rihad Humala/Ketik.com
****) Ketentuan pengiriman naskah opini:
Naskah dikirim ke alamat email redaksi@ketik.co.id.
Berikan keterangan OPINI di kolom subjek