Pusat Pangkas TKD 2026, Pengamat Sarankan Langkah Berikut Ini untuk Kepala Daerah

10 Oktober 2025 00:34 10 Okt 2025 00:34

Thumbnail Pusat Pangkas TKD 2026, Pengamat Sarankan Langkah Berikut Ini untuk Kepala Daerah
Pengamat dari Universitas Trisakti, Yayat Supriyatna saat jadi nara sumber di ajang Local Media Summit, JW Marriott Jakarta, Rabu (8/10/25). (Foto:Suaracom)

KETIK, JAKARTA – Pemangkasan Transfer ke Daerah (TKD) dalam Rancangan APBN 2026 hingga sebesar 24,5%, membikin pemerintah daerah rada panik. Untuk itu akademisi dan pengamat dari Universitas Trisakti, Yayat Supriyatna menyarankan agar pemerintah pusat dalam hal ini kementerian terkait untuk membuka ruang dialog sebagai sarana komunikasi dan evaluasi bagi pemda terkait pemangkasan TKD.

"Pertanyaannya, apakah pemerintah pusat atau Kementerian Keuangan membuka ruang enggak untuk pemda agar bisa berkomunikasi, berdialog soal aturan yang memberikan perlindungan bagi daerah untuk mencari sumber pendapatan alternatif tapi tidak melanggar parturan perundang-undangan yang berlaku," ungkap Yayat kepada Ketik.com, usai jadi nara sumber di ajang Local Media Summit, JW Marriott Jakarta, Rabu 8 Oktober 2025,

Sebab dengan adanya pemangkasan TKD ini, sambung Yayat, artinya bagi pemda dituntut untuk bisa melakukan kreatif finansial untuk mendapatkan sumber pendapatan lain. Misalnya, sebut dia, bagaimana caranya agar Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) ini bisa dibiayai yang sumbernya dari non APBD, namun tidak sampai melanggar peraturan.

Yayat mengakui pengurangan TKD ini tentu sangat berpengaruh, apalagi terhadap daerah-daerah yang Pendapatan Asli Daerah (PAD)-nya terbatas, sehingga dikhawatirkan dapat mengganggu RKPD atau program kerja yang sudah disusun oleh pemda.

Termasuk bagi kepala daerah yang harus bisa memetakan kembali dan mengurangi target realisasi dari visi misi maupun janji politiknya semasa kampanye maupun pengurangan realisasi dari program-program yang sudah disusun dalam RKPD.

Belum lagi dari aspek keadilan, apakah bagi daerah yang berprestasi dan banyak berkontribusi ke keuangan negara yang berasal dari kekayaan sumber daya alam daerah bisa mendapatkan pemangkasan yang lebih proporsional?

"Sebagai solusinya, bisa tidak pemda mencari sumber-sumber pembiayaan alternatif lain. Misalnya yang bersumber dari dana Corporate Social Responsibility (CSR) perusahaan swasta yang beroperasi dan berkontirbusi ke daerah, atau dana bantuan dari pihak lain yang bersifat secara langsung maupun tidak langsung, ketimbang mengandalkan dana hibah dari pusat" kata dia.

Solusi kedua, imbuh  Yayat, pemda juga harus berani menanyakan akibat pemangkasan TKD. Misalnya dengan menanyakan kepada Kemenkeu, sektor mana yang perlu diperhatikan dan mendapatkan bantuan secara khusus oleh pemda apakah pendidikan, kesehatan atau infrastruktur.

"Tidak perlu kepala daerahnya yang mempertanyakan. Kan bisa disampaikan melalui Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (APKASI) maupan Asosiasi Pemerintahan Kota Seluruh Indonesia (APEKSI). Tanyakan anggaran apa saja yang ada di tiap kementerian yang bisa diserap oleh daerah," sarannya.

Yayat juga mempertanyakan, apakah dana TKD yang dialihkan ke pemerintah pusat melalui kementerian untuk bantuan ke daerah bisa selaras dengan program atau rencana kerja pemerintah daerah. 

"Misalnya saja bantuan untuk Kementerian Perhubungan terakit Program Buy The Service (BTS) untuk angkutan umum di daerah-daerah. Itu kan banyak anggarannya. Tapi apakah Program BTS ini bisa nyambung atau bersentuhan dengan program di daerah," kata Yayat.(*)

Tombol Google News

Tags:

TKD Pemda kementerian APKASI apeksi rapbn RAPBN 2026 Pemerintah pusat