KETIK, JAKARTA – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat menjatuhkan sanksi penghentian sementara terhadap program siaran "Xpose Uncensored" yang ditayangkan oleh Trans7. Sanksi ini diberikan menyusul pelanggaran yang dinilai melecehkan kehidupan pesantren, santri, dan kiai dalam tayangan yang ditayangkan pada 13 Oktober.
Ketua KPI Pusat, Ubaidillah, menyatakan keputusan ini diambil usai Rapat Pleno Penjatuhan Sanksi yang digelar pada malam, 14 Oktober. KPI menilai tayangan tersebut melukai banyak pihak, khususnya kaum santri, karena dianggap mendistorsi kehidupan pesantren.
Ia menegaskan bahwa kiai dan Pesantren bukanlah objek yang layak dijadikan olok-olok dalam sebuah program sebagaimana yang tampil pada tayangan 13 Oktober tersebut.
“Di pesantren terdapat adab, asih dan peduli, ilmu dan sejarah panjang perjuangan termasuk dalam sejarah kemerdekaan bangsa ini, yang itu dilakukan sampai saat ini,” ujar Ubaidillah, mengutip siaran pers KPI Pusat, Rabu, 15 Oktober 2025.
KPI menyatakan, tayangan "Xpose Uncensored" terbukti melanggar beberapa pasal dalam regulasi penyiaran. Pelanggaran tersebut meliputi Pasal 6 Peraturan KPI Nomor 01/P/KPI/03/2012 tentang Pedoman Perilaku Penyiaran (P3): Lembaga penyiaran wajib menghormati perbedaan suku, agama, ras, dan antargolongan.
Kemudian, Pasal 6 ayat 1 dan 2, Pasal 16 ayat 1 dan ayat 2 huruf (a) Peraturan KPI Nomor 02/P/KPI/03/2012 tentang Standar Program Siaran (SPS): Program siaran dilarang melecehkan, menghina, dan/atau merendahkan lembaga pendidikan. Secara Sebelum menjatuhkan sanksi, KPI telah menerima banyak pengaduan dari kelompok masyarakat yang keberatan atas tayangan tersebut. KPI juga telah memanggil pihak Trans7 untuk memberikan klarifikasi.
Ubaidillah berharap Trans7 melakukan koreksi secara menyeluruh terhadap tayangan yang melibatkan kehidupan pesantren atau komunitas lain.
“Setidaknya harus menghadirkan tokoh yang berkualitas sebagai penyeimbang dalam menarasikan peristiwa,” ujarnya.
khusus, penggambaran lembaga pendidikan tidak boleh memperolok pendidik/pengajar.
Ia juga menekankan bahwa penyiaran seharusnya berfungsi sebagai jembatan untuk memperkuat integrasi nasional, bukan mencederai nilai-nilai luhur.
“Hal ini juga perlu diperhatikan oleh lembaga penyiaran lain agar mengedepankan kehati-hatian secara mematuhi ketentuan regulasi agar publik menerima informasi yang benar,” pungkas Ubaidillah. (*)