Ketua BK DPRD Blitar Bantah Tuduhan Pertemuan Gelap dengan Oknum Anggota yang Terlibat Penelantaran Istri dan Anak

1 Oktober 2025 13:57 1 Okt 2025 13:57

Thumbnail Ketua BK DPRD Blitar Bantah Tuduhan Pertemuan Gelap dengan Oknum Anggota yang Terlibat Penelantaran Istri dan Anak
Ketua Badan Kehormatan (BK) DPRD Kabupaten Blitar, Anik Wahjuningsih, saat dikonfirmasi Ketik, Rabu 1 Oktober 2025. (Foto: Favan/Ketik)

KETIK, BLITAR – Dugaan adanya “pertemuan gelap” antara Ketua Badan Kehormatan (BK) DPRD Kabupaten Blitar, Anik Wahjuningsih, dengan oknum anggota Fraksi PDIP yang sedang terjerat laporan penelantaran anak dan istri, membuat tensi politik di Blitar kian panas.

Isu ini pertama kali mencuat setelah Forum Peduli Perempuan Blitar Raya (FPEBR) menyuarakan kekhawatiran publik. Mereka menilai ada indikasi kompromi politik yang berpotensi mencederai integritas lembaga dewan.

Namun, Anik Wahjuningsih buru-buru membantah tudingan tersebut. Ia menegaskan bahwa pertemuan yang terjadi bukanlah agenda rahasia, melainkan aktivitas biasa yang kerap dilakukan anggota BK.

“Saya kaget kok disebut pertemuan gelap. Kami itu ngopi di ruang publik, tempat terbuka, bukan di tempat privat. Jadi tidak ada yang ditutupi,” ujar Anik ketika ditemui Ketik usai rapat di kantor DPRD Kabupaten Blitar, Rabu 1 Oktober 2025.

Anik bahkan menyebut pertemuan santai sambil minum kopi sudah menjadi tradisi internal BK untuk mempercepat komunikasi dalam menangani masalah.

“Hal seperti itu biasa. Kebetulan saja ada anggota yang sedang berperkara ikut nimbrung sebentar, lalu pulang. Itu bukan hal yang istimewa,” imbuhnya.

Meski demikian, Anik tak menampik bahwa persepsi publik bisa berbeda. Ia menyadari sorotan masyarakat terhadap BK sedang tinggi, apalagi kasus yang ditangani menyangkut isu perempuan dan keluarga.

“Insyaallah kami di BK tetap profesional. Aturan sudah jelas, pedoman kami adalah tatib dan tata beracara. Tidak ada istilah membela teman atau saudara,” tegasnya.

Keputusan BK terkait perkara anggota Fraksi PDIP itu, kata Anik, sudah diserahkan kepada pimpinan dewan. Publik akan mengetahui hasilnya setelah paripurna digelar.

“Tunggu saja, hasilnya nanti dibuka setelah paripurna. Jadi tidak ada yang ditutupi,” katanya lagi.

Anik juga menanggapi isu lain, mulai dari tudingan soal penggunaan masker hingga kehadiran anggota BK yang tidak lengkap.

“Soal kemarin saya pakai masker bukannya buat nutupin atau gimana, tapi karena banyak teman lagi sakit, biar tidak tertular saya pakai masker. Kalau soal ada yang tidak ikut, itu karena kebetulan mereka ada acara lain, bukan tidak diajak,” kata Anik.

Namun, klarifikasi Anik tidak serta-merta meredam kecurigaan. Koordinator Lapangan FPEBR, Dharul Muttagien, justru menganggap situasi ini sebagai simbol degradasi moral politik.

“Kasus penelantaran perempuan ini seharusnya menjadi alarm bagi DPRD. Bukannya malah muncul praktik gelap yang mempermalukan lembaga dewan. Kalau ini terus dibiarkan, kami siap turunkan massa untuk mengepung gedung dewan Kanigoro,” ancam Dharul.

Ia menekankan, posisi Anik sebagai ketua BK sekaligus seorang perempuan, seharusnya menjadi alasan untuk lebih berpihak pada korban, bukan sebaliknya.

“BK jangan sampai gembos. Ketua BK harus berani tegak lurus. Partai pengusung pun harus menindak tegas anggotanya yang melanggar. Kalau tidak, publik akan semakin apatis pada politik,”tegasnya.

Kecurigaan semakin kuat setelah kuasa hukum pelapor, Khoirul Anam, menyebut pertemuan tersebut tidak etis.

“Kuat dugaan ada kongkalikong. Pertemuan seperti itu jelas menyalahi mekanisme dan merusak obyektivitas BK. Apalagi dilakukan menjelang keluarnya rekomendasi,” kata Khoirul.

Ia menilai kasus penelantaran istri dan anak siri ini sudah cukup untuk membuktikan pelanggaran etik anggota dewan yang bersangkutan.

“Etik itu martabat yang harus dijaga. Kalau anggota dewan melanggar, maka BK wajib menegakkan keadilan, bukan malah melindungi,” tandasnya.

Khoirul mengaku siap menempuh langkah hukum lebih jauh apabila ada indikasi keberpihakan atau permainan politik dalam penanganan kasus ini.

Kasus ini bermula dari laporan seorang perempuan yang dinikahi siri oleh anggota Fraksi PDIP DPRD Kabupaten Blitar. Ia mengaku ditelantarkan usai melahirkan anak, tanpa nafkah lahir maupun batin.

Kini, bola panas ada di tangan BK DPRD Kabupaten Blitar. Publik menanti apakah lembaga ini berani menegakkan integritas, atau justru ikut terseret dalam pusaran kompromi politik.(*)

Tombol Google News

Tags:

BK DPRD Kabupaten Blitar Blitar Kabupaten Blitar DPRD PDIP Anik Pertemuan gelap