KETIK, PALEMBANG – Sidang perkara dugaan korupsi pengadaan lahan Tol Betung–Tempino–Jambi yang menjerat pengusaha nasional, Kms Haji Abdul Halim Ali, atau Haji Halim, kembali harus ditunda. Penundaan ini bukan tanpa alasan. Kondisi kesehatan terdakwa disebut kian kritis hingga harus dirawat intensif di ICCU RSUD Siti Fatimah Palembang.
Sidang yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Kelas IA Palembang, Selasa, 23 Desember 2025, sejatinya akan mendengarkan jawaban Jaksa Penuntut Umum (JPU) atas eksepsi terdakwa. Namun, Majelis Hakim memutuskan menunda persidangan setelah menerima laporan medis bahwa Haji Halim masuk perawatan intensif sejak dini hari.
Ketua Tim Penasihat Hukum Haji Halim, Jan Maringka, dalam rilis resminya, menyampaikan keberatan serius terhadap langkah jaksa yang melakukan pencegahan ke luar negeri secara diam-diam terhadap kliennya.
Menurut Jan, sejak perkara telah masuk tahap persidangan, kewenangan penyidikan seharusnya sudah beralih ke pengadilan. Karena itu, pencegahan tanpa pemberitahuan dinilai janggal dan berpotensi mengabaikan aspek kemanusiaan.
“Sekarang klien kami kesulitan menjalani pengobatan lanjutan akibat pencegahan tersebut. Kami mempertanyakan, apakah jaksa menghendaki sidang dengan terdakwa dalam kondisi sakit berat, tanpa mendengar langsung penjelasan dan fakta dari terdakwa?” tegas Jan.
Ia juga menyoroti substansi perkara yang dinilainya lebih tepat diselesaikan melalui mekanisme konsinyasi, bukan pidana.
“Jaksa menyebut 37 hektare dari total 13 ribu hektare kebun sawit Haji Halim sebagai tanah negara, tapi mengakui tanaman sawit di atasnya milik PT SMB. Ini kontradiktif. Dalam konteks pembebasan lahan untuk kepentingan umum, mekanisme konsinyasi jauh lebih tepat daripada kriminalisasi,” ujarnya.
Jan menegaskan, kecil kemungkinan Haji Halim melarikan diri.
“Anak dan istrinya ada di Palembang. Beliau pengusaha nasional satu-satunya di Musi Banyuasin yang tidak menggunakan modal asing. Kami justru mencurigai ada tekanan agar klien kami tidak bisa hadir dan membela diri secara optimal di persidangan,” katanya.
Sementara itu, anggota Tim Penasihat Hukum dari Kantor Hukum JM & Partners, Fadhil Indrapraja, S.H., menyampaikan kondisi medis Haji Halim sangat memprihatinkan.
“Klien kami harus dirawat di ICCU dan sepenuhnya bergantung pada alat bantu medis. Ia menggunakan tabung oksigen 24 jam dengan aliran 5 liter per menit,” ujar Fadhil di PN Palembang.
Ia menjelaskan, Haji Halim menderita komplikasi penyakit berat, mulai dari gangguan paru-paru kronis, penyakit jantung dengan pemasangan 4 hingga 6 ring hingga gangguan liver.
Berdasarkan keterangan dokter RSUD Siti Fatimah serta dokter dari Kejati Sumsel, kondisi tersebut memiliki risiko tinggi serangan jantung mendadak dan penurunan saturasi oksigen yang fatal.
“Klien kami selalu kooperatif dan menghormati hukum, bahkan tetap hadir di persidangan meski dalam kondisi sakit. Namun ada nilai kemanusiaan yang tidak boleh diabaikan. Pencegahan ke luar negeri dilakukan tiba-tiba, padahal klien kami membutuhkan perawatan lanjutan ke Singapura untuk penyesuaian obat-obatan vital,” tegasnya.
Di sisi lain, Kasi Intel Kejari Musi Banyuasin, Abdul Harris Augusto, membenarkan penundaan sidang tersebut.
“Agenda hari ini adalah jawaban JPU atas eksepsi terdakwa. Karena terdakwa masuk ICCU, Majelis Hakim memutuskan sidang ditunda hingga 13 Januari 2026,” katanya.
Terkait pencegahan ke luar negeri, Abdul Harris menegaskan langkah tersebut merupakan permintaan JPU kepada Jaksa Agung.
“Kami tidak ingin perkara ini berlarut-larut. Kami berharap terdakwa segera diberikan kesehatan agar proses hukum dapat berjalan dan perkara ini cepat selesai,” pungkasnya.
Sidang selanjutnya dijadwalkan kembali digelar 13 Januari 2026, dengan catatan kondisi kesehatan Haji Halim memungkinkan untuk mengikuti proses persidangan.(*)
