KETIK, HALMAHERA SELATAN – Di jantung malam Kecamatan Obi, berdirilah Kafe Karaoke Bintang, tempat hiburan malam yang seolah hidup di atas bayang-bayang Las Vegas, namun menanggung beban hukum Halmahera Selatan.
Dengan dalih “izin kafe karaoke keluarga”, tempat ini justru menjelma menjadi arena transaksi gelap antara alkohol, dan gelora mabuk yang merobek martabat Peraturan Daerah (Perda) tentang Larangan Peredaran Minuman Keras (Miras)
Hasil investigasi lapangan mengungkap wajah sebenarnya Kafe Bintang. Bukan sekadar ruang karaoke, melainkan panggung malam yang penuh drama LC (Ladies Companion) yang beroperasi terang-terangan, menawarkan “layanan khusus” di bawah remang lampu—seolah hukum hanya sebatas dekorasi.
“Setiap masuk, saya harus bayar LC. Belum lagi beli Miras. Di sana semua bebas, seperti tidak ada aturan,” ujar salah satu pengunjung berinisial KT.
Ironis. Saat Perda Halmahera Selatan secara tegas melarang peredaran minuman keras, Kafe Bintang justru menjual berbagai merek Miras seperti toko resmi. Botol-botol berjejer terbuka, dituang tanpa sungkan, dinikmati tanpa takut.
Para LC menenggak alkohol hingga limbung, sementara pengunjung mabuk hingga terjerembab dalam malam yang tak lagi mengenal kata aman.
Pelanggaran ini bukan serpihan kecil. Ini adalah tamparan telak terhadap marwah hukum daerah. Kafe Bintang milik La Hama telah lama beroperasi, namun entah mengapa tetap sunyi dari tindakan tegas aparat penegak Perda.
Bukan hanya pelanggaran moral. Ini soal nyawa. Tahun 2023, sejumlah LC di beberapa kafe di Obi dilaporkan positif HIV saat razia Satpol PP. Namun alih-alih mengencangkan pengawasan, panggung maksiat justru dibiarkan kembali berdiri, melayani, dan menari di atas potensi wabah kemanusiaan.
Di Kafe Bintang, risiko itu tumbuh bebas. LC mabuk bersama pengunjung bukan rahasia, tapi tontonan biasa. Ruang karaoke berubah jadi arena tarikan liar, di mana uang, tubuh, dan alkohol bercampur tanpa batas. Kondisi gelap itu bukan hanya mencederai Perda, tapi menodai nurani.
Di dalamnya, kesehatan tak diperiksa, keselamatan tak dijaga, hukum tak dihiraukan.
Operasi Kafe Bintang bagaikan virus yang dibiarkan menjalar. Dengan izin “kafe karaoke keluarga”, praktik miras dan layanan LC menjadi menu utama. Pengunjung keluar dalam mabuk, LC dalam peluh dan alkohol, sedangkan Perda keluar sebagai pecundang yang dipermalukan.
Kini, semua mata menatap pemerintah daerah dan aparat penegak hukum. Jika Kafe Bintang tak segera dihentikan, maka bukan hanya marwah hukum yang runtuh, tapi akal sehat masyarakat yang akan ikut dimakamkan.