KETIK, LEBAK – Pemerintah Kabupaten Lebak, Banten, tengah menyiapkan reformasi kebijakan pajak daerah, khususnya Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB P2).
Salah satu poin utama yang digodok adalah rencana pembebasan PBB untuk lahan persawahan di bawah 5.000 meter persegi.
Bupati Lebak, Hasbi Asyidiki Jayabaya, menjelaskan bahwa kebijakan ini menjadi prioritas karena sebagian besar petani di Lebak memiliki sawah berukuran sangat terbatas.
Hasil verifikasi yang hampir rampung mencatat 631.052 SPPT lahan di bawah setengah hektare, dengan sekitar 477.000 sertifikat yang terdata.
"Ini harus kita reform. Sawah kecil tidak layak dibebani pajak yang justru menggerus pendapatan petani. Kita ingin PBB P2 lebih adil dan berpihak pada petani kecil," kata Hasbi dalam pidatonya pada sidang Paripurna HUT Lebak ke-197 di gedung DPRD setempat, Selasa, 2 Desember 2025.
Hasbi menegaskan, produktivitas pertanian di Lebak sebenarnya cukup tinggi. Dari satu hektare sawah, hasil panen bisa mencapai 7 ton Gabah Kering Panen (GKP).
Dengan harga sekitar Rp6.500 per kilogram, nilai panen setara Rp45,5 juta. Jika pendapatan dibagi dua antara pengelola dan pemilik, petani menerima sekitar Rp22,75 juta per musim panen.
Namun, biaya pengolahan tanah yang kini mencapai Rp10 juta per hektare membuat keuntungan petani semakin tipis. Bahkan di beberapa wilayah, biaya pengolahan bisa mencapai Rp21 juta, tergantung kondisi tanah.
Hasbi menyebut, pembebasan PBB P2 menjadi langkah strategis untuk meringankan beban petani sekaligus menciptakan struktur pajak daerah yang lebih adil.
"Daerah yang maju adalah daerah yang membahagiakan rakyatnya. Kalau petani kecil terbantu, maka ekonomi bawah akan menguat. Itu tujuan utama reformasi PBB ini," katanya.
Pemkab Lebak menargetkan skema baru PBB P2 ini dapat diterapkan bertahap dan dioptimalkan hingga tahun 2027, seiring proyeksi meningkatnya pendapatan asli daerah (PAD) dari sektor lain yang dinilai lebih potensial. (*)
