KETIK, SURABAYA – Pemerhati pendidikan anak Surabaya, Isa Anshori, mendorong agar pelaksanaan Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS) di Surabaya tidak berhenti pada rutinitas tahunan yang penuh seremoni, tetapi mampu menjadi contoh nasional dalam menciptakan kebijakan pendidikan yang berpihak pada masa depan anak.
Dalam pandangannya, MPLS di Surabaya memiliki potensi besar untuk dijadikan model nasional bukan hanya karena skala dan daya inovasinya, tapi karena posisi strategis kota ini dalam dunia pendidikan Indonesia.
“MPLS di Kota Surabaya adalah lebih dari sekadar seremoni, karena MPLS tahun ini mencerminkan pendekatan pendidikan yang berpijak pada growth mindset pola pikir bertumbuh," papar Isa melalui keterangan tertulis pada Selasa 15 Juli 2025.
"Anak tidak dipandang sebagai makhluk pasif yang hanya menerima ilmu, tetapi sebagai individu yang bisa berkembang, belajar dari kesalahan, dan tumbuh melalui tantangan," sambungnya.
Isa menerangkan, apa yang disaksikan di Surabaya ini adalah cermin bahwa ketika kebijakan berpihak pada anak, masyarakat pun akan bergerak.
Ia berpendapat, sekolah bukan benteng yang tertutup, melainkan taman yang terbuka untuk tumbuh bersama. Semangat ini perlu dijaga dan ditularkan ke hari-hari berikutnya dalam kalender pendidikan. Ini mengingatkan kita pada pemahaman belajar growth mindset.
"MPLS yang humanis dan inklusif memberikan pesan sejak awal, bahwa setiap anak punya potensi, dan setiap potensi bisa diasah, bukan dibatasi oleh label pintar atau tidak pintar,” paparnya.
Pemerhati Pendidikan Anak itu berharap MPLS di Surabaya bisa menjadi contoh baik bagaimana kebijakan, nilai-nilai pendidikan, dan peran komunitas dapat berpadu dalam satu semangat membangun generasi masa depan yang tidak hanya cerdas, tapi juga tangguh dan percaya diri.
“Pendidikan sejati bukan tentang siapa yang tercepat sampai di garis akhir, tetapi siapa yang tidak berhenti bertumbuh. Karena masa depan bukan hanya dibentuk oleh kurikulum dan buku teks, tapi juga oleh pelukan orang tua di pagi hari, doa dari guru yang tulus, dan lingkungan sekolah yang memanusiakan anak-anak kita,” ungkapnya.
Isa mengatakan, di hari pertama pelaksanaan MPLS tahun ini menjadi momen istimewa. Tidak hanya menjadi tanda dimulainya proses belajar, akan tetapi juga menjadi momentum penuh harapan bagi anak, orang tua, maupun para tenaga pendidik.
Selain itu, ia menyebutkan, pelaksanaan MPLS kali ini juga menghadirkan wajah pendidikan yang inklusif dan humanis.
“Inklusif karena melibatkan semua pihak, mulai guru, siswa, orang tua, dan pemerintah. Humanis karena mengedepankan pendekatan yang menyentuh hati, bukan sekadar prosedur administratif. Pendidikan tidak boleh menjadi ruang yang menakutkan atau asing, tetapi rumah kedua yang ramah bagi setiap anak,” kata Isa. (*)