KETIK, SURABAYA – Pelaksanaan Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS) di Sekolah Rakyat Menengah Atas XXI Unesa Surabaya memasuki hari kedua dengan lancar. Pada hari ini, para siswa baru memulai pembentukan struktur kelas, termasuk pemilihan ketua, bendahara, sekretaris, serta pembagian jadwal piket.
Syiva Fauziyah, seorang siswa, mengaku tertarik dengan kegiatan dan materi MPLS, meski masih beradaptasi dengan lingkungan boarding school. Sistem ini mengharuskan para siswa tinggal di asrama.
"Kegiatannya menyenangkan, cuma masih adaptasi,” jelas Syiva, Selasa, 15 Juli 2025.
Ia mengaku kesulitan tidur karena masih dalam proses penyesuaian diri dengan lingkungan asrama.
“Semalam belum bisa tidur karena masih baru kan ya. Biasanya tidur sama keluarga ini sama teman-teman baru," imbuhnya.
Kepala Sekolah Rakyat Menengah Atas XXI Unesa, Prapti Wardani. (Foto: Husni Habib/Ketik)
Sementara itu, Kepala Sekolah Rakyat Menengah Atas XXI Unesa Surabaya, Prapti Wardani, menjelaskan bahwa sesuai sistem boarding school, siswa tidak diperkenankan membawa smartphone. Orang tua dapat menghubungi wali asuh yang disediakan pihak sekolah jika ada kepentingan atau ingin mengetahui kabar anaknya.
"Ya seperti sistem boarding school pada umumnya. Tidak boleh bawa smartphone. Tapi di sini kita sediakan wali asuh jika seumpama orang tua ada keperluan atau ingin tahu kabar anaknya," papar Prapti.
Selain akademik, Sekolah Rakyat ini juga akan menyediakan berbagai ekstrakulikuler yang akan disesuaikan dengan minat dan bakat para siswa. Sekolah ini mendorong siswa untuk berprestasi tidak hanya dalam bidang akademik, tetapi juga non-akademik.
"Pasti untuk ekstrakulikuler nanti akan kita sediakan. Ini kan masih baru ya, jadi nanti kita data dulu para siswa ini minat bakatnya apa, setelah itu kita sediakan," tuturnya.
Sekolah Rakyat merupakan program yang bertujuan memberikan akses pendidikan gratis bagi anak-anak dari keluarga miskin dan miskin ekstrem. Program ini dirancang untuk menekan angka putus sekolah dan meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia.
"Karena ini sekolah gratis, jadi memang persyaratannya harus dari keluarga tidak mampu. Dan tentu mereka akan dituntut untuk berprestasi, nanti akan kita pantau capaian kompetensinya," pungkasnya. (*)