KETIK, JOMBANG – Program seragam gratis yang diusung Pemerintah Kabupaten Jombang seharusnya menjadi solusi meringankan beban orang tua murid. Namun di lapangan, kebijakan ini justru menimbulkan keluhan dari para penjahit lokal yang merasa terjepit ongkos produksi yang minim.
Sejumlah penjahit mengungkapkan, besaran ongkos jahit yang mereka terima jauh di bawah pagu resmi yang tercantum dalam sistem e-katalog pengadaan. Untuk seragam SD, pagu tercatat Rp100 ribu per stel. Namun realitanya, mereka hanya mendapatkan Rp85 ribu per potong setelah dipotong pajak. Belum terpotong biaya atribut (emblem), dasi, kancing dan kebutuhan lainnya.
“Setelah dipotong pajak, kita (penjahit) dapat ongkos jahit per stel seragam Rp85 ribu. Itu belum untuk beli kebutuhan lainnya," kata koordinator penjahit wilayah Utara Brantas Jombang berinisial IP, Rabu 2 Juli 2025.
Ironi serupa juga terjadi pada seragam SMP sederajat. Dalam e-katalog, harga jasa jahit dianggarkan Rp115 ribu per stel. Tapi di lapangan, para penjahit hanya menerima informasi pembayaran Rp95 ribu setelah dipotong pajak, bahkan harus menanggung pembelian emblem, logo, hingga jasa pengukuran ke sekolah.
“Kalau SMP itu dapatnya Rp95 ribu, terus beli atribut dan biaya ukur ke sekolah,” jelasnya.
Para penjahit rata-rata harus mendatangi beberapa sekolah untuk pengukuran massal siswa. Proses ini menyita waktu berhari-hari dan membuat kapasitas produksi harian berkurang drastis.
“Bayangkan, dari Rp85 ribu itu kami sudah harus beli emblem, dasi, jahit, ukur, pasang kancing, resleting, sampai kirim seragam ke sekolah. Ini bukan cuma rugi tenaga, tapi bisa rugi modal,” tambahnya.
Belum lagi risiko kesalahan ukuran yang mengharuskan mereka melakukan penyesuaian atau menjahit ulang tanpa tambahan bayaran.
Untuk seragam SMP, kondisinya tak jauh berbeda. Ongkos jahit dihargai Rp115 ribu per stel. Namun setelah dipotong pajak, hanya tersisa Rp95 ribu yang harus mencakup seluruh komponen. Beban pekerjaan seragam SMP relatif lebih rumit karena potongan kain lebih besar dan desain lebih kompleks.
“Seragam SMP lebih besar ukurannya, kainnya lebih banyak, biaya produksinya lebih mahal. Tapi harganya cuma beda Rp10 ribu sama SD,” keluh seorang penjahit lain.
Untung Tipis, Risiko Besar
Di balik angka itu, ada beban yang jarang terlihat. Penjahit mesti menyiapkan waktu untuk pengukuran massal, memotong kain, menjahit, hingga memastikan kualitas seragam sesuai pesanan. Semua kerja ini hanya menyisakan keuntungan yang diakui sangat tipis.
“Kalau sudah potong pajak, beli bahan pendukung, transport ke sekolah. Belum potong ongkos menjahit, jadi tipis sekali untungnya. Pengajuan sudah ribet, hilang tenaga, untung gak seberapa," tandas IP.
"Di sisi lain, modal tetap harus keluar di awal," pungkasnya.
Disdikbud Angkat Bicara
Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Jombang, Rhendra Kusuma, menegaskan bahwa proses pengadaan telah melalui mekanisme resmi. Semua informasi pagu harga diumumkan melalui Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) Kabupaten Jombang.
“Pihak kami sudah melakukan pengumuman terbuka di e-katalog. Hanya koordinator penjahit yang memasukkan penawaran. Penjahit itu nanti menjadi koordinator untuk para penjahit lain di desa-desa,” jelas Rhendra saat dikonfirmasi, Selasa 1 Juli 2025.
Ia menjelaskan, untuk bisa mendaftar penawaran di e-katalog, calon penyedia jasa wajib memiliki Nomor Induk Berusaha (NIB) dan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Setelah itu, Disdikbud melakukan survei kelayakan calon penyedia, termasuk lokasi usaha dan kemampuan produksi.
“Setelah pengajuan, kita survei lokasi di mana, kemampuan menyelesaikan proses jahitnya berapa lama. Koordinator ini yang nantinya merangkul penjahit-penjahit lokal,” katanya.
Menurut Rhendra, harga pagu untuk seragam SD Rp100 ribu dan SMP Rp115 ribu sudah termasuk pajak, emblem saku, dasi, kancing, serta resleting. Nilai itu menjadi batas tertinggi harga, sedangkan harga akhir tetap melalui proses negosiasi dalam sistem e-katalog.
“Dalam e-katalog kan memang mesti ada proses tawar-menawar. Jadi harga itu adalah pagu, bukan harga mutlak,” tegasnya.
Proses Belum Selesai
Rhendra menambahkan, jumlah pasti siswa penerima seragam gratis juga masih menunggu finalisasi proses seleksi penerimaan peserta didik baru (SPMB). Penjahit pun akan mulai melakukan pengukuran seragam SMP mulai 14 Juli mendatang.
Meski demikian, keluhan para penjahit mengenai tipisnya keuntungan belum reda. Mereka berharap skema pembayaran bisa dievaluasi agar kerja keras di lapangan tidak hanya berujung pada kerugian.
Pemkab Jombang menganggarkan pengadaan seragam gratis 2025 sebesar Rp9,5 miliar.
Rinciannya, anggaran untuk belanja kain seragam SD/MI Rp2,3 miliar. Sedangkan untuk SMP/MTs sebesar Rp3,08 miliar. Sisanya untuk ongkos jahit. (*)