IPK Meroket, Kompetensi Ambyar? Saatnya Evaluasi Pendidikan Holistik

9 Juli 2025 13:11 9 Jul 2025 13:11

Thumbnail IPK Meroket, Kompetensi Ambyar? Saatnya Evaluasi Pendidikan Holistik
Fenomena kenaikan angka IPK yang tajam apakah sudah sesuai dengan kompetensi. (Ilustrasi: Rihad/Ketik)

KETIK, SURABAYA – Semakin meningkat kualitas pendidikan, terselip fenomena Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) mahasiswa Indonesia yang terus merangkak naik dari tahun ke tahun. Fenomena ini disebut dengan inflasi IPK, menjadi sorotan dari berbagai universitas baik swasta maupun negeri.

Wakil Rektor bidang Akademik Petra Christian University (PCU), Prof. Dr. Juliana Anggono, S.T., M.Sc., mengatakan saat ini para akademisi, industri, dan mahasiswa sendiri dipaksa berkaca lebih jujur pada makna sebuah angka IPK.

Fenomena ini ibarat 2 sisi mata uang yang memiliki sisi negatif dan positif. Sisi positifnya tren kenaikan IPK ini bisa jadi menjadi bukti peningkatan kapasitas belajar, dan sisi negatifnya apakah apakah angka yang tercantum dapat dipertanggungjawabkan keabsahannya. 

“Bisa jadi ada peningkatan kapasitas belajar karena digitalisasi pembelajaran. Namun ada kekhawatiran terkait validitas nilai yang diperoleh karena risiko inflasi akademik,” jelas Juliana, Rabu, 9 Juli 2025.

Profesor di bidang ilmu teknik mesin itu menambahkan jika korelasi antara nilai dan kompetensi tidak selalu linier. Salah satu penyebabnya adalah standar penilaian yang longgar dan rubrik asesmen yang belum seragam. 

Belum lagi kompetensi lulusan sering kali diberikan tanpa uji nyata yang ketat. Persoalan ini kian rumit ketika angka IPK menjadi tolok ukur utama keberhasilan, sementara pasar kerja menuntut lebih dari sekadar transkrip nilai.

“Padahal di dunia nyata setelah lulus mahasiswa akan dihargai berdasarkan kemampuan konkret, seperti problem solving, kolaborasi, dan adaptasi," tambahnya.

Saat ini dunia tengah menghadapi kondisi dimana mahasiswa dengan nilai yang bagus dan lulus dengan predikat cumlaude pun belum tentu memiliki kompetensi untuk bersaing di dunia luar. Apalagi jika tidak dilengkapi pula dengan kemampuan interpersonal (soft skill) yang relevan.

Berangkat dari hal tersebut diperlukan evaluasi yang holistik. Monitoring pembelajaran, pelatihan dosen, serta asesmen eksternal dari dunia industri menjadi prasyarat agar IPK benar-benar mencerminkan kompetensi.

Di PCU sendiri, tren peningkatan IPK tidak terjadi di semua fakultas. Maka dari itu, inovasi pembelajaran dilakukan melalui kurikulum Whole Person Education, di mana kelulusan mahasiswa tak hanya diukur dari aspek akademik dalam bentuk IPK saja.

"Selain hard skills, mahasiswa juga dinilai dari keaktifan mereka dalam mengembangkan aspek spiritual, emosi, sosial, dan mental melalui kegiatan Service-Learning (belajar dan melayani masyarakat) serta kegiatan kemahasiswaan yang diperhitungkan sebagai Satuan Kredit Kegiatan Kemahasiswaan (SKKK)," pungkasnya.(*)

Tombol Google News

Tags:

IPK PCU inflasi IPK Petra Christian University Juliana Anggono