KETIK, CILACAP – Puluhan warga Desa Bulupayung, Kecamatan Kesugihan Kabupaten Cilacap menggelar unjuk rasa di depan Gedung DPRD Cilacap, Rabu 9 Juli 2025.
Dengan membawa berbagai poster bertuliskan tuntutan "Tanahku jangan di serobot," , "Adili Mafia Tanah," dan Tegakkan Keadilan,", mereka menuntut keadilan atas tanah yang mereka beli yang telah bersertifikat sejak tahun 2005 hingga 2008 namun hingga kini belum dapat dikuasai.
Warga yang berunjuk rasa meminta DPRD membantu menyelesaikan permasalahan yang diduga ada mafia tanah yang menyerobot tanah hak milik mereka.
Edi Eriza salah satu perwakilan warga menyuarakan dalam orasinya. "Kami datang ke Gedung DPRD supaya aspirasi kami langsung di dengar oleh anggota dewan. Kita ingin mafia tanah di Cilacap harus ditertibkan ," tegasnya.
Diketahui, pemilih lahan sengketa ini adalah Sumi Harsono (70), warga Kelurahan Tegalkamulyan Kecamatan Cilacap Selatan seluas 3 hektar di Des Bulupayung Kesugihan.
Warga Desa Bulupayung Kesugihan melakukan aksi unjuk rasa dengan membentangkan poster berisikan tuntutan mereka. (Foto: Nani Eko/Ketik)
Namun demikian massa yang datang dalam aksi tersebut diketahui adalah pemilik tanah yang telah dibeli oleh Sumi Harsono sebelumnya.
Edi Eriza mengatakan bahwa pemilik lahan yakni Sumi Harsono tidak bisa memanfaatkan lahan tersebut hingga saat ini meskipun telah mengantongi sertifikat sah sejak lebih dari 15 tahun.
"Tanah itu sudah menjadi milik kami secara de jure Dan de facto sejak 2008, tapi sampai sekarang belum bisa kami manfaatkan," ujarnya.
Sementara itu, pemilik lahan Sumi Suharsono, mengaku telah menempuh jalur hukum dengan mengajukan Peninjauan Kembali (PK) ke Mahkamah Agung.
“Saya merasa dirugikan dengan adanya pembelian tanah. Kalau memang ini tidak didengar, saya tetap minta uang saya kembali," tegasnya.
"Mudah-mudahan PK saya bisa didengar dan Mahkamah Agung bisa mengabulkan karena dari awal sudah tidak beres dan saya memang merasa dirugikan dengan adanya pembelian tanah ini, " imbuhnya.
Aksi kita akan terus berlanjut jika tuntutan mereka tidak direspons serius oleh DPRD maupun pihak berwenang, maka aksi serupa akan digelar dengan dengan massa yang lebih besar.
Sebelumnya, sengketa ini sendiri bermula pada tahun 2013, ketika seorang pria bernama Dadang mengklaim sebagai pemilik sah lahan tersebut dan melayangkan gugatan terhadap Sumi. Namun menurut kuasa hukumnya, gugatan tersebut sudah kadaluarsa karena diajukan lebih dari lima tahun setelah sertifikat diterbitkan pada tahun 2008/2009.
“Berdasarkan PP 24 Tahun 1997, sertifikat ini sudah resmi dan sah milik klien kami karena gugatan itu diajukan di tahun 2013. Artinya di atas 5 tahun. Oleh karenanya, seharusnya gugatan itu sudah kedaluwarsa,” ujar Djoko Susanto, Kuasa Hukum Sumi Harsono.
Djoko juga mempertanyakan yurisdiksi yang menangani perkara ini. Menurutnya, karena tanah yang disengketakan berada dalam lingkup agunan syariah, maka seharusnya yang menangani adalah Pengadilan Agama, bukan Pengadilan Negeri.
“Kemudian menurut saya sengketa bukan kewenangan Pengadilan Negeri Cilacap, tapi yang punya wewenang Pengadilan Agama Cilacap, karena ini termasuk dalam kategori ekonomi syariah,” pungkasnya.
Terkait pengajuan PK adalah buntut dari lahan yang bersengketa dalam hal ini masih masih menjadi agunan bank swasta. Bukti (Nouvum) tersebut ditemukan oleh kuasa hukum Sumi Harsono pada awal tahun 2025. (*)