Agenda Kepemimpinan Pancasila dan Nasionalisme yang digelar oleh Badiklat Kejaksaan RI menegaskan kembali bahwa integritas Aparatur Sipil Negara (ASN) di lingkungan Kejaksaan bukan sekadar jargon, melainkan fondasi utama dalam membangun kepercayaan publik terhadap institusi penegak hukum.
Integritas ASN Kejaksaan dimaknai sebagai komitmen moral dan profesional dalam menjalankan tugas secara jujur, adil, dan bebas dari konflik kepentingan. Ia mencakup kejujuran, tanggung jawab, hingga konsistensi antara nilai-nilai hukum dan praktik kerja sehari-hari. Dengan kata lain, integritas tidak hanya sebatas kepatuhan formal pada aturan, tetapi merupakan refleksi dari karakter dan etika individu dalam melayani masyarakat.
Sebagai lembaga yang memegang kewenangan dalam penyidikan, penuntutan, dan eksekusi pidana, Kejaksaan berada di jantung sistem peradilan. Tanpa integritas, independensi dan objektivitas akan mudah tergerus oleh intervensi politik maupun ekonomi. Sebaliknya, dengan integritas yang kokoh, Kejaksaan mampu menjamin keadilan, mencegah penyalahgunaan kewenangan, serta menjaga kepercayaan masyarakat terhadap proses hukum.
Data survei Indikator Politik Indonesia pada Mei 2025 bahkan menempatkan Kejaksaan RI sebagai lembaga penegak hukum dengan tingkat kepercayaan publik tertinggi, yakni 76 persen. Angka ini patut diapresiasi, meskipun catatan dari Litbang Kompas pada pertengahan 2025 juga menunjukkan adanya fluktuasi, dengan penurunan kepuasan publik terhadap penegakan hukum Kejaksaan dari 52,7 persen pada 2024 menjadi 49,2 persen.
Pilar integritas ini tentu tidak bisa berdiri sendiri. Ia melibatkan seluruh jajaran ASN Kejaksaan, dari jaksa fungsional hingga pejabat struktural. Pimpinan institusi, pengawas internal, hingga masyarakat sipil juga berperan penting membangun ekosistem integritas. Kolaborasi lintas sektor diperlukan agar nilai-nilai integritas tidak berhenti di tataran slogan, tetapi mewujud menjadi budaya kerja nyata.
Penerapan integritas juga harus hadir di setiap lini, baik di pusat maupun daerah. Dari ruang penyidikan, pelayanan publik, hingga interaksi dengan pihak eksternal seperti advokat, saksi, maupun media. Di era digital, integritas bahkan harus diperluas hingga ranah platform daring dan sistem informasi perkara. Kejati DKI Jakarta, misalnya, telah mengembangkan sistem e-integrity untuk memantau proses penanganan perkara secara real-time.
Integritas juga menjadi krusial pada saat-saat genting: ketika menangani perkara yang melibatkan pejabat publik, ketika menghadapi tekanan politik, hingga dalam pelayanan publik yang bersentuhan langsung dengan masyarakat. Pada momen itulah integritas ASN diuji—apakah tetap berpegang pada prinsip hukum atau justru tergelincir dalam kepentingan pragmatis.
Upaya membangun dan menjaga integritas pun memerlukan strategi berlapis. Pendidikan etika dan antikorupsi, transparansi proses hukum, penguatan pengawasan internal, pelibatan masyarakat, serta keteladanan pimpinan merupakan elemen kunci. Peraturan Kejaksaan No. 4 Tahun 2024 tentang Kode Perilaku Jaksa menjadi salah satu instrumen penting, diperkuat dengan kanal pelaporan elektronik melalui e-prowas.kejaksaan.go.id.
Namun integritas tidak bisa dilepaskan dari capaian konkret. Semester I 2025, Kejaksaan mencatat kinerja penanganan kasus korupsi sebesar 43,43 persen. Meski angka detail kasus nasional belum dipublikasikan terbuka, sejumlah perkara menonjol menunjukkan keseriusan Kejaksaan. Mulai dari kasus korupsi di PT Sri Rejeki Isman (Sritex), pengelolaan minyak mentah di Pertamina, hingga dugaan korupsi di Sugar Group Companies.
Kasus besar lain adalah proyek digitalisasi pendidikan di Kemendikbudristek dengan kerugian negara Rp1,98 triliun, serta ratusan kepala desa yang terjerat kasus serupa sepanjang 2025.
Di tingkat daerah, berbagai Kejari dan Kejati juga menunjukkan kinerja signifikan. Kejati NTT misalnya menangani 77 kasus korupsi, Kejati Bali menyelesaikan 41 perkara, sementara Kejari Jayapura rutin mempublikasikan statistik perkara tipikor secara berkala. Transparansi ini penting agar publik dapat menilai bukan hanya hasil akhir, tetapi juga proses hukum yang ditempuh.
Akhirnya, integritas ASN Kejaksaan bukanlah pilihan, melainkan keharusan. Di tengah derasnya arus keterbukaan informasi dan tuntutan akuntabilitas, masyarakat menilai Kejaksaan bukan hanya dari vonis pengadilan, melainkan juga dari sikap para aparaturnya dalam menjalankan tugas. ASN Kejaksaan yang berintegritas sesungguhnya bukan sekadar pelaksana hukum, tetapi juga penjaga moralitas negara.
*) Anggota Kelompok 1 Angkatan III Pelatihan Kepemimpinan Administrator Tahun 2025 pada Badiklat Kejaksaan RI terdiri dari Abdul Hakim Sorimuda Harahap, SH, MH, Arif Mirra Kanahau,SH, MH, Edrus, S.H., M.H., Dr. Erni Mustikasari, S.H, M.H., Farkhan Junaedi, S.H, M.H., Hasan, Asy Ari, S.H, M.H, M.M,.serta Ivan Hebron Siahaan, S.H, M.H.
**) Isi tulisan di atas menjadi tanggung jawab penulis
***) Karikatur by Rihad Humala/Ketik.co.id
****) Ketentuan pengiriman naskah opini:
- Naskah dikirim ke alamat email redaksi@ketik.co.id.
- Berikan keterangan OPINI di kolom subjek
- Panjang naskah maksimal 800 kata
- Sertakan identitas diri, foto, dan nomor HP
- Hak muat redaksi.(*)