KETIK, HALMAHERA SELATAN – Puncak semarak kemerdekaan di Bacan kembali memberi warna baru bagi perbincangan budaya Nusantara. Setelah sebelumnya diwarnai perlombaan permainan tradisional dan Sarasehan Kemerdekaan, Generasi Muda Kesultanan Bacan (GEMA SUBA) Halmahera Selatan Selatan menutup rangkaian kegiatan dengan Lomba Tarian Tradisional, sebuah panggung estetika yang bukan sekadar tontonan, melainkan bentuk artikulasi perlawanan terhadap erosi identitas budaya di era globalisasi.
Dalam seremoni penutupan, Winarto, S.S, Kepala Balai Pelestarian Kebudayaan (BPK) Wilayah XXI Provinsi Maluku Utara, secara resmi mendaulat GEMA SUBA sebagai fasilitator sekaligus pelopor kebangkitan budaya di tanah Saruma.
“Saya sangat bahagia dan bangga melihat eksistensi GEMA SUBA dalam menjaga, merawat sekaligus membangkitkan kebudayaan. Mereka harus mendapat perhatian khusus dari pemerintah karena telah menjadi katalisator peradaban di Bacan,” ujar Winarto Senin 18 Agustus 2025 di Lapangan Merdeka Labuha.
Muqaddimah kegiatan turut diwarnai sambutan dari Ketua GEMA SUBA, M. Husni Muslim, yang menyampaikan rasa terima kasih atas kepercayaan yang diberikan.
“Alhamdulillah, malam ini kita bersama-sama menyaksikan penampilan tarian tradisional dari berbagai sanggar. Terima kasih kepada BPK dan Kesultanan Bacan yang terus membimbing kami,” tuturnya.
Pernyataan Husni menegaskan adanya relasi harmonis antara institusi formal negara dengan struktur adat sebagai fondasi kebudayaan Bacan.
Namun, Husni tidak berhenti pada ucapan syukur. Ia juga melayangkan kritik kultural yang sarat refleksi. Menurutnya, tarian tradisional Bacan kini berada dalam kondisi darurat. Kolaborasi dan improvisasi, meski memperkaya estetika, kerap menyingkirkan keaslian tarian.
“Keorisinilan tarian itu wajib dipelihara. Perlombaan ini kami hadirkan agar tarian tradisional tidak pupus dalam arus globalisasi dan westernisasi yang kian hegemonik,” tegasnya, seolah mengingatkan bahwa budaya bukan sekadar warisan, melainkan tanggung jawab intergenerasional.
Perlombaan yang dijadwalkan berlangsung selama tiga hari, sejak 18 hingga 20 Agustus 2025, diikuti oleh 11 sanggar tari dari berbagai penjuru Bacan. Arena lomba tak hanya menjadi pentas estetika, tetapi juga laboratorium sosial di mana identitas, kolektivitas, dan ingatan komunal diuji di hadapan publik.
Turut hadir dalam kesempatan itu, Ompu Datuk Alolong Mohdar Arif, sejumlah Bobato Kesultanan, kepala sekolah di Ibu Kota Bacan, ketua paguyuban, tokoh agama, hingga masyarakat umum. Kehadiran lintas unsur ini memperlihatkan bahwa kebudayaan tidak pernah berdiri sendiri; ia tumbuh dalam jalinan sosial, politik, dan spiritual masyarakat Bacan.
Dengan deklarasi GEMA SUBA sebagai pelopor kebangkitan budaya, Bacan seolah mengirim pesan ke dunia di tengah derasnya arus modernisasi, masih ada anak muda yang memilih menjadikan kebudayaan sebagai perisai dan pedang. Sebab, sebagaimana kata para ahli antropologi, kebudayaan adalah roh tempat yang menjaga manusia dari kehilangan orientasi sejarah.