KETIK, JOMBANG – Ambruknya tugu selamat datang di Desa Gondangmanis, Bandarkedungmulyo, kembali memunculkan pertanyaan besar mengenai standar konstruksi proyek infrastruktur di Kabupaten Jombang.
Tugu yang dibangun dengan anggaran lebih dari Rp1 miliar itu roboh setelah diterjang angin puting beliung pada Kamis (11/12/2025) sore, meski bangunan belum diresmikan.
Struktur bagian atas tugu tampak patah dan jatuh ke samping. Foto-foto kondisi bangunan pascakejadian langsung menyebar di media sosial dan memicu perdebatan publik tentang kualitas pengerjaan proyek.
Sejumlah warganet menilai keruntuhan tersebut menunjukkan lemahnya manajemen risiko dalam perencanaan maupun pelaksanaan konstruksi. Apalagi bangunan ikon itu baru selesai dikerjakan beberapa pekan lalu.
Di tengah ramainya sorotan, Kepala Dinas PUPR Kabupaten Jombang, Bayu Pancoroadi, menyampaikan bahwa pihaknya sudah menerima laporan awal mengenai insiden tersebut.
“Informasi awal karena ada angin puting beliung. Besok teman-teman kami kirim ke lokasi untuk melakukan pengecekan,” kata Bayu.
Menurut Bayu, pengecekan teknis diperlukan untuk mengetahui apakah kerusakan semata-mata disebabkan faktor cuaca ekstrem, atau terdapat indikasi kelemahan pada aspek konstruksi.
Proyek tugu ini dikerjakan oleh CV Ardi Konstruksi asal Tulungagung dengan nilai kontrak Rp1.033.538.875 dari APBD 2025. Masa pengerjaan ditetapkan 120 hari sejak 17 Juni, namun penyelesaiannya terlambat 13 hari sehingga kontraktor dikenai denda sekitar Rp13 juta.
Pada Oktober lalu, Komisi C DPRD Jombang sempat melakukan inspeksi mendadak untuk mengevaluasi kualitas proyek. Saat itu, dewan tidak menemukan persoalan struktural, meski mempertanyakan posisi tugu yang dianggap kurang strategis.
Keruntuhan tugu setelah diterjang angin kini memunculkan dugaan baru mengenai kemampuan struktur menahan beban angin, terutama karena bangunan tersebut berdiri di area terbuka di sisi jalur nasional.
Pakar konstruksi lokal bahkan menilai insiden ini menandakan perlunya evaluasi terhadap perhitungan struktur, material, serta metode pengerjaan. Salah satu sorotan adalah apakah tugu telah dirancang dengan mempertimbangkan risiko cuaca ekstrem yang kerap terjadi di wilayah Jombang bagian barat.
Di sisi lain, bangunan ini masih berada dalam masa pemeliharaan kontraktor selama 6—12 bulan, sehingga segala kerusakan menjadi tanggung jawab pihak pelaksana.
Hingga saat ini, kontraktor belum mengeluarkan pernyataan resmi terkait penyebab ambruknya tugu maupun langkah perbaikan yang akan ditempuh. Pemerintah kabupaten didesak bersikap transparan dalam proses evaluasi agar kejadian serupa tidak terulang pada proyek-proyek lain. (*)
