UNSAN Bacan dalam Orbit Politik Pembangunan Bassam–Helmi

Dengan Agromaritim, UNSAN Bacan Punya Keunggulan yang Seng Ada Lawan

13 Desember 2025 14:50 13 Des 2025 14:50

Thumbnail UNSAN Bacan dalam Orbit Politik Pembangunan Bassam–Helmi
Prof. Ir. Muhammad Iqbal Djawad saat diwawancara Sabtu 13 Desember 2025 (Foto: Mursal/Ketik.com)

KETIK, HALMAHERA SELATAN – Guru Besar Bidang Fisiologi Lingkungan Fakultas Perikanan Universitas Hasanuddin Makassar, Prof. Ir. Muhammad Iqbal Djawad, menyebut Agromaritim sebagai satu-satunya jalan strategis untuk membawa Universitas Nurul Hasan (UNSAN) Bacan melesat dan bersaing di tingkat nasional, bahkan global.

Pernyataan itu disampaikan Prof. Iqbal saat diwawancarai Ketik.com, usai menghadiri Rapat Senat Terbuka Luar Biasa Wisuda Sarjana S-1 dan Diploma D-III angkatan pertama UNSAN Bacan, di Aula Kantor Bupati Kabupaten Halmahera Selatan Sabtu, 13 Desember 2025.

Menurut Prof. Iqbal, konsep Agromaritim bukan sekadar jargon pembangunan, melainkan keunggulan komparatif berbasis ekologi yang tidak dimiliki perguruan tinggi besar di Indonesia.

“Kenapa saya singgung Agromaritim? Karena di sini itu surganya. Kalau UNSAN Bacan mengusung Agromaritim, itu seng ada lawang. Kita bisa bersaing, bahkan dengan universitas besar,” kata Prof. Iqbal.

Ia menilai, membangun UNSAN Bacan dengan pola universitas umum akan membuat kampus ini terjebak dalam kompetisi yang tidak seimbang. Fakultas atau jurusan yang tidak selaras dengan karakter wilayah justru akan melemahkan daya saing.

“Kalau UNSAN Bacan buka teknik sipil, bisa bersaing tidak dengan ITB? Tentu tidak. Tapi kalau Agromaritim disandingkan dengan ITB, UNSAN Bacan justru unggul. Karena ITB tidak punya laut dan ekosistem seperti di sini,” ujarnya.

Prof. Iqbal menekankan bahwa Halmahera Selatan adalah laboratorium alam terbuka, sebuah living laboratory yang sangat langka. Laut, pesisir, terumbu karang, hingga kawasan agroforestri menjadi modal ilmiah yang tidak tergantikan.

Ia mencontohkan kerja sama Pemkab Halmahera Selatan dengan Institut Pertanian Bogor (IPB), di mana para akademisi IPB justru menjadikan wilayah ini sebagai lokasi pelatihan dan praktik lapangan.

“IPB tidak punya alam seperti Halmahera Selatan. Mereka datang belajar ke sini. Artinya, kita yang jago di sini. Bukan sebaliknya,” katanya.

Menurutnya, jika Agromaritim benar-benar disinkronkan dengan UNSAN Bacan, maka seluruh aktivitas penelitian, pengabdian masyarakat, dan inovasi teknologi terapan harus berpusat di kampus tersebut.

“Orang luar datang meneliti ke Halmahera Selatan, kita yang ajarkan mereka. Karena mereka tidak punya alam seperti ini,” sebutnya.

Prof. Iqbal juga menyoroti rantai nilai (value chain) sumber daya kelautan Halmahera Selatan yang belum optimal. Ia mencontohkan rumput laut yang dijual murah karena minim penguasaan teknologi pengolahan.

“Rumput laut di Makassar harganya Rp13 ribu per kilo. Tapi kalau diolah jadi tablet, satuannya bisa Rp96 ribu. Kita ekspor ke Jepang karena kita tidak kuasai teknologinya,” bebernya. 

Begitu pula dengan ikan segar Halmahera Selatan yang secara kualitas jauh lebih unggul dibanding ikan yang sampai ke pasar Jakarta setelah melalui rantai distribusi panjang.

Secara ilmiah, menurut Prof. Iqbal, keunggulan ini bisa dikembangkan melalui riset biologi reproduksi, fisiologi lingkungan, dan penanda genetik yang berbasis lokal.

“Kalau UNSAN Bacan menulis jurnal tentang biologi reproduksi ikan kerapu di Bacan, Bacan, dan Bacan, algoritma akademik itu akan naik. Orang akan bertanya: Bacan itu di mana?” jelasnya.

Ia menilai, riset berbasis spesies endemik dan ekosistem lokal justru akan mengangkat nama UNSAN Bacan di peta akademik global.

Prof. Iqbal mengaku terkesan dengan visi pembangunan Bupati Hasan Ali Bassam Kasuba dan Wakil Bupati Helmi Umar Muchsin, yang menurutnya sangat visioner dan tidak populis jangka pendek.

“Bupati Bassam sangat smart. Ini visi besar. Bukan tipe pemimpin yang habis pilkada lalu keruk sumber daya,” katanya.

Ia menyebut, pendekatan Agromaritim bersifat jangka panjang, berkelanjutan, dan sejalan dengan prinsip pembangunan berbasis ekosistem.

“Tambang boleh, tapi akan habis. Ikan tidak akan habis kalau dikelola dengan benar,” pendeknya.

Mengenai kualitas UNSAN Bacan, Prof. Iqbal menegaskan bahwa status akreditasi Baik (B) adalah capaian realistis untuk kampus yang baru berusia 2–3 tahun.

“Masa anak umur tiga tahun langsung lari dan loncat? UNSAN Bacan baru lahir, tapi potensinya sangat besar,” ungkapnya.

Ia bahkan optimistis UNSAN Bacan dapat menjadi pusat unggulan riset Agromaritim nasional jika fokus dan konsisten.

“Kalau mainannya beda, UNSAN Bacan bisa bertanding dengan siapa saja. Seperti Unhas yang bisa bersaing dengan UI karena beda medan,” tutupnya.

Tombol Google News

Tags:

Halmahera Selatan bacan Unsan Bacan Agromaritim Prof Iqbal Djawad