Film Dokumenter “The Hodo” Karya Mahasiswa UNEJ Raih Penghargaan BRIN, Angkat Tradisi Situbondo ke Nasional

Dua Diantaranya Putra dan Putri Situnondo

27 November 2025 06:00 27 Nov 2025 06:00

Thumbnail Film Dokumenter “The Hodo” Karya Mahasiswa UNEJ Raih Penghargaan BRIN, Angkat Tradisi Situbondo ke Nasional
Mahasiswa Program Studi (Prodi) Televisi dan Film, Fakultas Ilmu Budaya (FIB), Universitas Jember (UNEJ) usai memproduksi film Dokumenter Hodo foto bersama dengan Tetua Adat. (Foto: Heru Hartanto/Ketik.com)

KETIK, SITUBONDO – Film dokumenter berjudul “The Hodo Memanggil Langit Untuk Tanah” karya enam mahasiswa Prodi Televisi dan Film, Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember (UNEJ), berhasil meraih penghargaan dalam Program Akuisisi Pengetahuan Lokal Bentuk Karya Audiovisual Periode III Kelompok 3 Tahun 2025 yang digelar Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Rabu, 26 November 2025.

Dari enam mahasiswa tersebut, dua di antaranya berasal dari Kabupaten Situbondo, yakni Ghina Obadiah dan Muhammad Hesa Maulana.

Keduanya memiliki kedekatan langsung dengan tradisi ritual Hodo dan masyarakat Dusun Pariopo, Desa Bantal, Kecamatan Asembagus, sehingga mampu menghadirkan dokumenter tentang kearifan lokal Situbondo melalui Ritual Hodo.

Penghargaan dari BRIN ini diumumkan secara resmi melalui surat elektronik yang diterima para kreator pekan ini. Dalam pemberitahuan tersebut, film mereka dinyatakan lolos proses seleksi, kurasi, dan penilaian yang dilakukan Direktorat RMPI.

Film dokumenter tentang kearifan lokal Situbondo, Ritual Hodo, dinilai mampu memvisualisasikan pengetahuan lokal secara kuat dan relevan untuk kebutuhan pengarsipan budaya nasional.

Program Akuisisi Pengetahuan Lokal BRIN sendiri merupakan agenda pemerintah untuk mendokumentasikan pengetahuan tradisional, budaya, dan praktik leluhur Nusantara. Karya yang terpilih dianggap memiliki peran penting dalam memperkuat basis data pengetahuan nasional sekaligus melestarikan warisan budaya adiluhung masyarakat setempat.

Film dokumenter yang mengangkat Ritual Hodo—tradisi permohonan hujan kepada Allah SWT—merupakan warisan masyarakat Dusun Pariopo, Desa Bantal, Kecamatan Asembagus, Situbondo. Tradisi yang dijalankan turun-temurun ini tetap dipertahankan hingga sekarang.

Dengan pendekatan visual yang puitis dan riset lapangan yang mendalam, film tersebut dinilai berhasil memperkenalkan tradisi yang selama ini jarang terdokumentasikan secara profesional.

“Selaku tim riset, yang terlibat langsung dalam proses pendokumentasian tradisi Hodo menjadi pengalaman berharga bagi kami bersama tim,” kata Ghina Obadiah.

Tim, sambung Ghina Obadiah, turun langsung ke kampung, berdialog dengan tetua adat, dan menggali cerita-cerita yang selama ini hanya diwariskan secara lisan.

“Sebagai warga Situbondo, saya merasa memiliki tanggung jawab moral untuk memastikan tradisi Hodo tetap lestari dan tercatat dikenal generasi berikutnya,” ujar Ghina.

Sementara itu, Muhammad Hesa Maulana yang berperan sebagai Director of Photography (DOP), menuturkan bahwa pengambilan gambar ritual Hodo membutuhkan ketelitian dan rasa hormat yang mendalam terhadap tempat-tempat yang disakralkan oleh masyarakat setempat.

“Ritual Hodo memiliki atmosfer sakral. Saya harus menangkap momennya tanpa mengganggu jalannya upacara. Suasana permohonan hujan melalui ritual Hodo ini penuh dengan nilai-nilai mistis namun masuk akal. Contoh, ketika saya mengambil gambar ritual Hodo dari atas bukit, saya terjatuh,” jelas Muhammad Hesa Maulana yang akrab dipanggil Akong Hesa.

Atas jerih payah tim dalam memproduksi film dokumenter ini, kata Akong Hesa, apresiasi dari BRIN menjadi kebanggaan tersendiri. Bagi mereka, penghargaan ini bukan hanya untuk tim, tetapi juga bentuk penghormatan bagi budaya Situbondo.

“Untuk itu, ucapan terima kasih kami sampaikan kepada Bupati Situbondo Yusuf Rio Wahyu Prayogo yang ikut mendukung membuatan film ini, kepada Mas Agung dan Irwan yang telah membantu kami dalam melakukan pendekatan dengan tokoh masyarakat desa setempat serta tetua adat desa setempat dan pihak-pihak terkait lainnya yang telah membantu suksesnya pembuatan film The Hodo Memanggil Langit Untuk Tanah,” kata Akong Hesa.

Sutradara Film The Hodo, Naufal Falih Rabbani, mengatakan, pencapaian tersebut membuktikan kemampuan mahasiswa dalam mengolah isu budaya menjadi karya audiovisual yang kuat, bermutu, dan bernilai bagi masyarakat luas.

“Keberhasilan film The Hodo Memanggil Langit Untuk Tanah tersebut tidak hanya membanggakan Universitas Jember, akan tetapi juga memberi kontribusi nyata bagi masyarakat Situbondo. Tradisi Hodo kini terdokumentasikan dengan baik dan dapat menjadi sumber pengetahuan bagi generasi mendatang,” jelas Naufal Falih Rabbani.

Tim kreator, kata Naufal Falih Rabbani, berencana membawa film dokumenter ini ke berbagai festival film dan forum kebudayaan di tingkat nasional maupun internasional. Harapannya, tradisi Hodo dapat semakin dikenal dan dihargai sebagai salah satu kekayaan budaya Situbondo yang perlu dijaga kelestariannya.

Atas karya film dokumenter The Hodo tersebut, imbuh Naufal Falih Rabbani, BRIN memberikan insentif apresiasi sebesar Rp18 juta kepada para kreatornya setelah film itu terpilih dalam program akuisisi.

Insentif ini diharapkan bisa menjadi dorongan bagi mahasiswa dan kreator muda untuk terus melahirkan karya yang berdampak, khususnya dalam upaya melestarikan pengetahuan lokal. (*)

Tombol Google News

Tags:

Produksi Film Dokumenter Ritual Hodo Enam Mahasiswa Unej raih penghargaan BRIN Dua Diantaranya Putra dan Putri Situbondo