KETIK, SLEMAN – Kejaksaan Negeri (Kejari) Sleman, secara resmi menetapkan mantan Bupati Sleman, SP (Sri Purnomo), sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi penyimpangan pengelolaan dana hibah pariwisata tahun 2020. Penetapan ini dilakukan, Selasa, 30 September 2025 setelah penyidik mengantongi alat bukti yang cukup.
Tersangka Sri Purnomo, yang menjabat sebagai Bupati Sleman selama periode 2010–2015 dan 2016–2021, diduga menyalahgunakan dana hibah dari Kementerian Keuangan senilai Rp68,518 miliar yang diperuntukkan bagi penanganan pandemi Covid-19.
Fokus Pasal yang Diterapkan: Pidana Pokok dan Turut Serta
Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Sleman, Bambang Yunianto, menegaskan bahwa penyidik menerapkan pasal-pasal berlapis untuk menjerat tersangka SP, berfokus pada kerugian negara dan penyalahgunaan wewenang.
"Kami menyangkakan saudara SP melanggar dua pasal utama dalam UU Tipikor. Pertama, Pasal 2 Ayat (1) Juncto Pasal 18 UU No. 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001, yang merupakan pasal tindak pidana korupsi yang menimbulkan kerugian negara. Kedua, Pasal 3 Juncto Pasal 18 UU yang sama, yang menyangkut penyalahgunaan kewenangan," jelas Kajari Bambang Yunianto.
Kajari Sleman menambahkan bahwa kedua pasal tersebut dikenakan juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP, yang mengindikasikan adanya peran serta atau keterlibatan pihak lain dalam tindak pidana tersebut.
Tersangka Sri Purnomo mantan Bupati Sleman, periode 2010–2015 dan 2016–2021. (Foto: Fajar Rianto/Ketik)
"Penerapan Pasal 55 ini menunjukkan bahwa kami masih terus mendalami dan tidak menutup kemungkinan adanya pihak-pihak terkait lainnya yang berperan dalam pengelolaan dana hibah pariwisata ini," tegasnya.
Modus Penyimpangan Melalui Peraturan Bupati
Perbuatan yang menjerat SP adalah penerbitan Peraturan Bupati No. 49 Tahun 2020 pada 27 November 2020, yang mengatur alokasi dan penetapan penerima hibah.
"Modus yang dilakukan Saudara SP adalah dengan memberikan dana hibah pariwisata untuk kelompok masyarakat di sektor pariwisata di luar dari desa wisata dan desa rintisan wisata yang telah ditentukan, dan hal ini bertentangan dengan Keputusan Menteri Pariwisata," ungkap Kajari Sleman.
Penyimpangan ini, berdasarkan Laporan Hasil Audit BPKP Perwakilan DIY, mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp10.952.457.030.
Proses Hukum Lanjut
Hingga saat ini, penyidik Kejari Sleman telah memeriksa kurang lebih 300 orang saksi secara simultan dan telah menyita sejumlah barang bukti berupa dokumen surat dan sarana media elektronik, termasuk HP.
Kembali disampaikan penyidik Kejari Sleman terus mendalami peran pihak-pihak yang terkait. Untuk tersangka SP sendiri telah diperiksa sebanyak dua kali pada tahap penyidikan.
"Meskipun statusnya telah kami naikkan menjadi tersangka hari ini, belum dilakukan penahanan terhadap yang bersangkutan. Kami akan berkoordinasi dan melakukan upaya sesuai ketentuan untuk mempermudah proses pembuktian di pengadilan," jelas Kajari Sleman Bambang Yunianto sembari menghimbau masyarakat untuk terus mendukung upaya penegakan hukum dalam pemberantasan korupsi di Kabupaten Sleman. (*)