Dokter Spesialis THT RSSA Malang Sebut Sound Horeg Berpotensi Merusak Telinga

23 Juli 2025 14:35 23 Jul 2025 14:35

Thumbnail Dokter Spesialis THT RSSA Malang Sebut Sound Horeg Berpotensi Merusak Telinga
Ilustrasi sound horeg, dapat merusak telinga hingga membuat tuli. (Foto: Rihad/ketik)

KETIK, MALANG – Suara musik yang ditimbulkan dari sound horeg berpotensi menimbulkan kerusakan telinga hingga tuli. Lansia dan juga anak-anak menjadi kelompok yang rentan mengalami kondisi tersebut. 

Spesialis Telinga, Hidung, dan Tenggorokan (THT) RSSA, dr Meyrna Heryaning Putri menjelaskan telinga memiliki batas aman dalam menerima suara 85db selama 8 jam. Semakin meningkat jumlah db, intensitasnya pun harus dikurangi. 

Apabila melebihi batas tersebut, dapat menimbulkan kerusakan pada rumah siput yang berfungsi menerima dan mengantarkan suara ke saraf pendengaran. 

“Dalam waktu singkat, volume suara 140 db dapat menyebabkan kerusakan fatal. Tidak hanya saraf, tapi bisa memorak-morandakan gendang telinga, tulang-tulang pendengaran, dan semua komponen yang ada di telinga termasuk merusak rumah siput,” ujarnya, Rabu 23 Juli 2025.

Ia menjelaskan bahwa selain usia tua dan bayi maupun anak-anak, individu dengan penyakit bawaan juga rentan terhadap paparan sound horeg. Seperti sel rambut atau rumah siput yang tak normal, memiliki penyakit telinga yakni infeksi, dan lainnya. 

Apabila kerusakan atau tak berfungsinya telinga telah terjadi, dapat mengganggu aktivitas berkomunikasi manusia. 

Gejala masalah pendengaran muncul dengan ditandai kondisi telinga terasa penuh, maupun berdenging dalam suara kecil. Kondisi tersebut menandakan terjadinya hearing loss atau hilangnya pendengaran. 

"Semakin keras dan lama kita mendengarkan musik, maka semakin besar resiko terjadi gangguan pendengaran yang akan diderita oleh masing-masing individu,” tutur dosen FK Universitas Brawijaya (UB) itu.

Ia pun mengimbau agar masyarakat tidak mendengarkan sound horeg untuk mencegah kerusakan telinga. Untuk meredam suara sound horeg, masyarakat dapat memanfaatkan pelindung telinga seperti earplug, earmuff, maupun earmelt. 

Menurutnya kehadiran sound horeg memicu keresahan di kalangan ahli Neurotologi. Namun kegemaean masyarakat terhadap sound horeg menjadi tantangan tersendiri untuk terus melakukan edukasi. 

“Perasaan memiliki budaya, mengantarkan pada pemahaman bahwa sound horeg bukan sesuatu yang salah, milik kita dan harus dilestarikan, meskipun bahayanya sangat tinggi,” pungkasnya. (*)

Tombol Google News

Tags:

Sound Horeg Dokter THT Tuli kerusakan telinga Malang Kota Malang