Ditopang Fungsi Intermediasi dan Kondisi Likuiditas, Kinerja Perbankan Jabar Tumbuh Postif dan Stabil

6 Desember 2025 12:28 6 Des 2025 12:28

Thumbnail Ditopang Fungsi Intermediasi dan Kondisi Likuiditas, Kinerja Perbankan Jabar Tumbuh Postif dan Stabil
Kepala OJK Jabar Darwisman saat media gathering di Pangandaran, Rabu (3/12/25).

KETIK, PANGANDARAN – Kantor Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Provinsi Jawa Barat menilai kinerja industri perbankan di Provinsi Jawa Barat hingga posisi Oktober 2025 tetap stabil dengan pertumbuhan positif. Ketahanan ini ditopang oleh fungsi intermediasi yang berjalan optimal dan kondisi likuiditas yang memadai.

Sektor Perbankan di Jawa Barat mencatat pertumbuhan tahunan atau year on year (yoy) positif per Oktober 2025, tercermin dari sejumlah indikator. Antara lain total aset meningkat 3,51 persen, Dana Pihak Ketiga (DPK) tumbuh 5,58 persen, dan penyaluran kredit naik 4,02 persen.

"Tingkat risiko kredit yang direfleksikan oleh rasio Non-Performing Loan (NPL) gross relatif terjaga dalam batas threshold dengan nilai 3,46 persen," kata Kepala OJK Jabar Darwisman saat media update di Pangandaran, Rabu (3/12/25). 

Berikutnya, fungsi intermediasi yang tercermin dari Loan to Deposit Ratio (LDR) sebesar 140,97 persen menunjukan porsi kredit yang disalurkan kepada masyarakat cukup besar. Berdasarkan data penyaluran kredit per lokasi proyek, total kredit bank umum di Jawa Barat mencapai Rp1.036 triliun, tumbuh 4,02 persen yoy.

Meski demikian, laju pertumbuhan ini masih di bawah pertumbuhan kredit nasional yang tercatat 7,32 persen yoy, serta lebih rendah dibandingkan beberapa provinsi lain seperti Sumatera Utara (11,64 persen yoy), DKI Jakarta (10,64 persen yoy), dan Banten (5,30 persen yoy). 

"Secara nasional, Jawa Barat tetap menempati posisi kedua terbesar dalam penyaluran kredit setelah DKI Jakarta, dengan pangsa pasar 12,34 persen terhadap total kredit nasional," kata Darwisman.

Dari sisi sektor ekonomi, penyaluran kredit berdasarkan lokasi proyek (non-bank) terbesar tersalurkan kepada Rumah Tangga sebesar Rp434,61 triliun (tumbuh 6,16 persen yoy) dan Industri Pengolahan sebesar Rp166,03 triliun (tumbuh 11,41 persen yoy).

Perlambatan penyaluran kredit disebabkan oleh penurunan kredit yang cukup signifikan pada sejumlah sektor, yaitu sektor Perdagangan Besar dan Eceran (Rp4,96 triliun), Transportasi, Pergudangan dan Komunikasi (Rp4,27 triliun), dan Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan (Rp6,01 triliun).

Namun demikian, sejumlah sektor tetap menunjukkan ekspansi dengan profil risiko yang relatif terkendali, di antaranya: (i) Konstruksi tumbuh 9,18 persen yoy; (ii) Real Estate naik 11,29 persen yoy; dan (iii) Rumah Tangga meningkat 6,16 persen yoy.

Ditinjau dari sebaran wilayah, lima kabupaten/kota dengan DPK terbesar adalah: Kota Bandung (Rp248,53 triliun; pangsa 33,81 persen), Kota Bekasi (Rp106,68 triliun; 14,51 persen), Kabupaten Bekasi (Rp57,99 triliun; 7,89 persen), Kota Depok (Rp50,47 triliun; 6,87 persen), dan Kabupaten Karawang (Rp42,19 triliun; 5,74 persen). 

Adapun lima wilayah dengan penyaluran kredit terbesar meliputi: Kabupaten Bekasi (Rp174,66 triliun; 16,85 persen), Kabupaten Bogor (Rp141,62 triliun; 13,67 persen), Kota Bandung (Rp131,74 triliun; 12,71 persen), Kota Bekasi (Rp79,43 triliun; 7,67 persen), dan Kabupaten Karawang (Rp76,81 triliun; 7,41 persen).

Dilihat dari jenis usaha, kegiatan perbankan Bank Umum dan Bank Perekonomian Rakyat (BPR) di Jawa Barat masih didominasi oleh konvensional dengan pangsa pasar terhadap Aset, DPK, dan Kredit masing-masing 90,11 persen (Rp939 triliun), 88,88 persen (Rp653 triliun), dan 88,87 persen (Rp920 triliun). 

Sementara itu, perbankan syariah memiliki pangsa pasar Aset, DPK, dan Kredit masing-masing 9,89 persen (Rp103 triliun), 11,12 persen (Rp82 triliun), dan 11,23 persen (Rp116 triliun).
 
Berdasarkan fungsinya, perbankan Jawa Barat per Oktober 2025 didominasi oleh Bank Umum dengan pangsa Aset 96,79 persen (Rp1.009 triliun), DPK 96,82 persen (Rp712 triliun), dan Kredit 97,63 persen (Rp1.011 triliun). Sisanya merupakan BPR dan BPR Syariah (BPRS) dengan pangsa Aset 3,21 persen (Rp34 triliun), DPK 3,18 persen (Rp23 triliun), dan Kredit 2,37 persen (Rp25 triliun).

Perkembangan Penyaluran Kredit UMKM dan KUR

Secara nasional, penyaluran Kredit UMKM berdasarkan lokasi proyek per Oktober 2025 mencapai Rp1.498,74 triliun. Di Jawa Barat, total penyaluran Kredit UMKM mencapai Rp186,93 triliun atau 12,47 persen dari total nasional. Jawa Barat menempati posisi kedua penerima Kredit UMKM terbesar setelah Jawa Timur (Rp225,47 triliun).

Jumlah rekening UMKM di Jawa Barat tercatat sebanyak 3.472.550, turun 331.037 rekening atau 8,22 persen yoy dibandingkan Oktober 2024. 

Lima wilayah penyaluran Kredit UMKM terbesar di Jawa Barat yaitu: Kota Bandung (Rp25,83 triliun), Kabupaten Bekasi (Rp16,77 triliun), Kabupaten Bogor (Rp15,18 triliun), Kabupaten Bandung (Rp13,81 triliun), dan Kota Bekasi (Rp12,48 triliun).

Untuk Kredit Usaha Rakyat (KUR), hingga September 2025 sebanyak 428.495 pelaku usaha di Jawa Barat telah memanfaatkan pembiayaan KUR dengan total penyaluran Rp23,27 triliun dan outstanding sebesar Rp20,03 triliun.

Berdasarkan skema pembiayaan, KUR Mikro mendominasi dengan porsi 64,90 persen dari total outstanding KUR Jawa Barat, diikuti KUR Kecil (34,43 persen), KUR Supply Rumah (0,36 persen), KUR TKI (0,15 persen), KUR Super Mikro (0,13 persen), KUR Demand Rumah (0,02 persen), dan KUR Khusus (0,01 persen).

Lima wilayah dengan outstanding KUR terbesar di Jawa Barat adalah: (i) Kabupaten Bogor sebesar Rp1,88 triliun (9,39 persen dari total outstanding KUR Jawa Barat) dengan 31.898 debitur; (ii) Kabupaten Bandung sebesar Rp1,66 triliun (8,29 persen) dengan 34.751 debitur; (iii) Kabupaten Garut sebesar Rp1,32 triliun (6,59 persen) dengan 33.889 debitur; (iv) Kota Bandung sebesar Rp1,18 triliun (5,93 persen) dengan 19.575 debitur; serta (v) Kabupaten Indramayu sebesar Rp1,06 triliun (5,32 persen) dengan 25.523 debitur.(*)
 

Tombol Google News

Tags:

OJK pjk jabar darwisman kepala ojk jabar perbankan jabar Perbankan