KETIK, JAKARTA – Candy cane, permen tongkat berwarna-warni yang identik dengan perayaan Natal, ternyata punya perjalanan panjang sebelum menjadi ikon manis di musim liburan akhir tahun.
Dilansir dari History.com, Senin, 15 Desember 2025, candy cane bermula pada tahun 1600-an di Eropa, tepatnya di Jerman. Pada masa itu, permen yang masih berupa batang putih polos digunakan sebagai camilan sederhana untuk anak kecil.
Cerita paling populer menyebutkan bahwa kepala paduan suara di Katedral Cologne, Jerman meminta pembuat permen lokal untuk menekuknya menjadi bentuk tongkat gembala. Hal ini dilakukan agar anak-anak tidak gelisah atau bosan selama menghadiri kebaktian Natal.
Kemudian permen ini berkembang dari bentuk polos menjadi candy cane dengan garis merah-putih khas, yang mulai terlihat di akhir abad ke-19. Teknik pembuatan dan hiasan warna kemudian menyebar hingga menjadi permen yang dikenal luas di seluruh dunia.
Tidak hanya menarik secara visual, candy cane juga sering dihubungkan dengan simbolisme Kristen. Bentuknya yang melengkung mirip tongkat gembala dianggap melambangkan Yesus sebagai The Good Shepherd, sedangkan jika dibalik menunjukkan huruf “J” yang mewakili huruf pertama nama Jesus.
Warna putih pada permen ini dikatakan melambangkan kemurnian, dan garis merah dikaitkan dengan darah Kristus sebagai simbol pengorbanan.
Secara umum, candy cane dikenal dengan rasa peppermint, perpaduan antara manis dan sejuk khas mint yang membuatnya jadi camilan favorit saat musim dingin dan perayaan Natal.
Selain peppermint tradisional, sekarang candy cane juga hadir dalam berbagai varian rasa dan warna lain, tetapi rasa mint tetap menjadi yang paling identik dengan perayaan Natal di banyak negara.
Kini, Candy Cane tidak hanya dikonsumsi sebagai permen, tetapi juga digunakan sebagai dekorasi pohon natal. Disusun di keranjang hadiah, hingga menghiasi meja makan saat perayaan bersama keluarga. Warna cerahnya membuat candy cane menjadi bagian tak terpisahkan dari dekorasi meriah holiday season.
