KETIK, BATU – Industri kopi modern dengan berbagai tren kekinian memang kian menjamur di seluruh Nusantara, termasuk di Kota Batu. Namun, Kopi Cap Gajah yang berada di Pasar Induk Among Tani Kota Batu tetap mampu bertahan dan eksis sejak tahun 1950-an.
Muhammad Solikhin, pemilik Kopi Cap Gajah yang sudah melegenda di Kota Batu, mengatakan banyak pecinta kopi rela datang dari jauh hanya untuk membeli produknya. Ia mengakui perjalanan mempertahankan usaha ini tidak mudah, tetapi tetap terasa menyenangkan.
"Perjalanannya asik, yang penting menguntungkan. Buat saya gak minta kelebihan, yang penting jualan ini pas buat semuanya. Namanya jual beli kan gitu, pasti ada keluh kesah dan enaknya karena pasarnya gak menentu," ujarnya, Jumat, 5 Desember 2025.
Usaha kopi ini telah diwariskan oleh kakeknya yang memulai berjualan pada tahun 1950an. Sebelum menetap di Pasar Induk Among Tani, Solikhi berjualan di sejumlah pasar seperti Lawang, Singosari, hingga Pujon.
Namun sejak tahun 1983, ia akhirnya memantapkan diri untuk menetap di pasar megah yang baru saja diresmikan oleh Presiden Joko Widodo pada tahun 2023 lalu.
"Saya jualan di Pasar Induk Among Tani sudah 40 tahun lebih. Mulai tahun 1983 di sini. Sekarang jualannya macam-macam. Variannya yang ramai ada Kopi Gayo, Kintamani, Flores, semuanya ada. Itu banyak diminati pemuda," sebutnya.
Pembeli yang datang bukan hanya dari Kota Batu dan sekitarnya, namun juga dari Sumbawa, Kalimantan hingga Aceh. Solikhin terus memastikan kualitas dan rasa kopi yang ia jual.
Ia juga memilih bahan terbaik langsung dari distributor maupun pengepul. Pengecekan kualitas dilakukan dengan mengetahui tekstur, warna, hingga bentuk biji kopi.
"Memastikan kualitas kopi yang baik itu dari tekstur kopi, warna, dan bentuk. Kalau gak biasa, ya kopi langsung digoreng, gak enak. Gak bisa memanjakan pembeli. Kalau di sini selalu memastikan agar orang suka, dan balik ke sini karena cita rasanya," jelasnya. (*)
