KETIK, JAKARTA – Kementerian Luar Negeri (Kemlu) mengimbau masyarakat yang berkeinginan bekerja ke luar negeri untuk selalu menempuh prosedur resmi dan menghindari segala bentuk jalur ilegal.
Imbauan itu disampaikan menyusul maraknya pekerja migran ilegal asal Indonesia yang tertangkap oleh otoritas negara tujuan, termasuk yang baru-baru ini terjadi di Amerika Serikat.
Direktur Pelindungan Warga Negara Indonesia Kemlu Judha Nugraha menegaskan, jalur ilegal seringkali terlihat mudah dan menggiurkan di awal, namun justru akan berakhir menyulitkan dan penuh masalah saat pekerja sudah berada di luar negeri.
“Jalan-jalan ilegal yang justru terlihat mudah di depan tapi akhirnya kemudian menemukan masalah di luar negeri yang tujuannya tadi ingin mencapai kesejahteraan, justru malah kemudian mendapatkan masalah,” ujar Judha dalam Roundtable Decision bertema ‘Penguatan Pekerja Migran Indonesia’ di Jakarta, Kamis (18/9/2025).
Penekanan pada pentingnya keberangkatan secara legal ini didasari data empiris yang mengkhawatirkan dari Kementerian Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (KP2MI).
Data menunjukkan bahwa pekerja migran ilegal jauh lebih rentan mengalami permasalahan, dengan proporsi lebih dari 90 persen kasus dialami oleh mereka yang berangkat secara tidak resmi.
Kemlu mencatat adanya lonjakan tajam kasus yang menimpa pekerja migran. Pada tahun 2021, tercatat 29 ribu kasus, angka ini meningkat menjadi 35 ribu kasus pada 2023. Yang lebih mencengangkan, sepanjang tahun 2024 ini, Kemlu telah menangani 67 ribu kasus.
Judha menyatakan, bahwa mayoritas dari 67 ribu kasus tahun lalu bersifat preventable atau dapat dicegah sejak di hulu, yakni di Indonesia. “Proses pelindungan itu dilakukan sebelum, selama, dan sesudah. Nah, utamanya sebelum,” tegasnya.
Salah satu kasus yang mengalami lonjakan signifikan adalah penipuan berkedok pekerjaan melalui online scam. Kasus ini banyak terjadi di Kamboja, dimana dari hanya 15 kasus pada 2020, meledak menjadi lebih dari 4.000 kasus sepanjang 202.
Fenomena serupa juga telah merambah ke negara-negara lain seperti Vietnam, Filipina, Malaysia, Thailand, Myanmar, dan Laos.
Judha memberikan ciri khas yang sangat mencolok dari korban online scam ini.
“Dari total hingga tahun ini ada 10 ribu kasus online scam yang dihadapi luar negeri, tidak ada satupun yang tanda tangan kontrak di dalam negeri. Harusnya kan kita kritis kalau ditawari bekerja luar negeri jauh dari keluarga kok tidak tanda tangan kontrak di dalam negeri?” ujarnya.(*)