KETIK, PACITAN – Tuberkulosis (TBC) masih menjadi ancaman serius bagi masyarakat Pacitan.
Sejak bulan Januari hingga 14 Agustus 2025, tercatat 20 warga meninggal dunia akibat penyakit menular ini.
Secara rinci, data Dinas Kesehatan (Dinkes) Pacitan menunjukkan, cakupan penemuan dan pengobatan TBC baru mencapai 39,22 persen atau 352 kasus.
Dari jumlah tersebut, 94 kasus merupakan TBC anak dengan persentase penemuan 54,27 persen.
Adapun pasien yang memulai pengobatan sebanyak 316 orang (89,77 persen). Sementara pada anak, seluruh kasus atau 100 persen sudah menjalani terapi.
Sedangkan 3.360 orang terduga TBC telah mendapatkan layanan sesuai standar (77,03 persen).
Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinkes Pacitan, Nur Farida, mengungkapkan bahwa keterlambatan diagnosis menjadi salah satu kendala utama dalam pengendalian TBC.
“Batuk lebih dari dua minggu, keringat dingin malam hari, penurunan berat badan drastis, serta mudah lelah harus diwaspadai. Bila mengalami gejala ini, segera lakukan pemeriksaan di fasilitas kesehatan,” jelasnya, Kamis, 21 Agustus 2025.
Selain itu, persoalan kepatuhan pasien dalam menjalani terapi obat juga masih menjadi tantangan. Tidak sedikit penderita menghentikan pengobatan sebelum tuntas.
“Jika pengobatan tidak selesai, bakteri bisa aktif kembali bahkan menjadi lebih kebal. Kondisi ini tentu semakin menyulitkan upaya eliminasi TBC,” katanya.
Dinkes Pacitan juga gencar melakukan skrining di lokasi berisiko tinggi, seperti rumah tahanan dan pabrik rokok, serta memberikan terapi pencegahan bagi kontak erat pasien. Namun, tantangan lain adalah masih adanya stigma sosial yang membuat penderita enggan terbuka.
“Masih banyak warga enggan terbuka karena takut mendapat stigma negatif. Padahal sikap demikian justru meningkatkan risiko penularan. Inilah yang harus kita tanggulangi bersama,” tegas Farida.
Ia pun menekankan bahwa TBC bukan penyakit yang tak bisa disembuhkan.
“TBC dapat disembuhkan asalkan pasien disiplin menjalani pengobatan hingga tuntas. Jangan tunggu kondisi memburuk. Lawan stigma, lindungi diri dan keluarga. Jika muncul gejala, segera lakukan pemeriksaan. Lebih baik waspada sejak dini daripada menyesal kemudian,” pungkasnya.(*)