KETIK, MALANG –
Kasus perundungan anak kembali terjadi di Kota Malang, tepatnya di anak tangga menuju Tempat Pemakaman Umum Jalan Sukun Gempol, Kelurahan Tanjungrejo, Kecamatan Sukun.
Berdasarkan rekaman video yang beredar, terlihat seorang remaja putri ketakutan setelah menjadi korban perundungan oleh tiga remaja perempuan seusianya.
Dosen Psikologi UIN Malang, Dr. Hj. Rofiqoh Rosidi, M.Pd., C.HT, menilai bahwa kasus perundungan seperti ini kerap berawal dari pola perilaku negatif yang tumbuh di lingkungan pelaku.
Sebagai contoh, rumah yang seharusnya menjadi tempat nyaman bagi anak justru bisa menimbulkan ketidaknyamanan jika pola asuh orang tua kurang tepat.
Kondisi ini membuat anak yang tidak mendapatkan kasih sayang dari lingkungan terdekatnya tumbuh dengan rasa kecewa atau dendam.
Ketika kesempatan muncul, perasaan itu bisa mendorongnya untuk meniru atau melampiaskan perlakuan yang sama kepada orang lain.
“Biasanya anak melakukan perundungan karena ia tidak memiliki kontrol emosi yang baik, kurangnya rasa kasih sayang terhadap sesama, serta rasa empati itu sendiri,” ungkapnya, ketika diwawancara di gedung Rektorat UIN Malang, Kamis, 13 November 2025.
Ia memandang bahwa perundungan itu tidak terjadi begitu saja. Ada interaksi yang kompleks antara individu dengan lingkungan sekitarnya, serta dukungan yang ada.
“Termasuk memiliki pengalaman yang buruk tadi (dari keluarga atau orang terdekat) yang bisa menimbulkan rasa ingin melakukan hal serupa,” tambahnya.
Rofiqoh juga menegaskan bagaimana pentingnya peran Bimbingan Konseling di sekolah.
“Biasanya di sekolah itu guru BK diberi kewajiban untuk keliling setiap kelas selama 1 jam setiap minggu. Mulai dari berbagai macam pendekatan kepada semua siswa yang ada. Ada juga yang didekati satu per satu,” pungkasnya.
Tidak hanya itu, ia juga menyoroti bagaimana mestinya anak-anak yang melakukan perundungan ini hendaknya dibina dengan cara direhabilitasi.
“Di sanalah dilakukan pendekatan konseling yang lebih serius. Karena anak yang di bawah umur itu tahap berpikirnya masih belum matang,” tambahnya.
Ia juga menekankan pentingnya memberikan pemahaman agama yang benar sekaligus penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Apapun agamanya, setiap ajaran seharusnya menuntun pada kebaikan dan perilaku positif.
“Selain pengalaman spiritual, penting juga menanamkan sikap moderasi beragama dan anti rasisme terhadap orang yang berbeda ras, suku dan bangsa,” imbuhnya.
Rofiqoh juga menegaskan bahwa perlu adanya pendampingan yang serius bagi korban perundungan.
“Perlu dikuatkan dari segi psikisnya. Diajak untuk mengurai apa sih kelebihannya, keunggulannya, serta keistimewaannya,” jelasnya.
Sehingga itu bisa melahirkan self-confidence dan Self-efficacy dalam dirinya. Keyakinan yang membuatnya merasa memiliki kemampuannya untuk melewati itu semua.
Tentu semua ini tidak lepas dari peran orang tua serta lingkungan si anak, baik di sekolah maupun pergaulan. Maka dari itu penting juga bagi orang tua menjadi pendengar yang baik bagi anaknya, alih-alih menjadi orang yang ditakuti.
