KETIK, SURABAYA – Direktorat Jenderal Pajak (DJP) memblokir 3.443 rekening penunggak pajak asal Jawa Timur yang tersebar di 11 bank besar berkantor pusat di Jakarta dan Tangerang.
Pemblokiran ini merupakan bagian dari upaya penegakan hukum penagihan terhadap Wajib Pajak yang telah menerima surat teguran dan surat paksa, namun belum melunasi kewajiban perpajakannya.
"Pemblokiran dilakukan sebagai bagian dari pelaksanaan kewenangan penagihan pajak sesuai ketentuan yang berlaku," ujar Kepala Kanwil DJP Jawa Timur II, Agustin Vita Avantin, Sabtu, 28 Juni 2025.
Agustin menjelaskan proses pemblokiran telah didahului dengan pendekatan persuasif dan serangkaian upaya penagihan aktif lainnya.
"DJP memiliki kewenangan untuk meminta bank memblokir rekening nasabah sesuai dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 jo. UU Nomor 19 Tahun 2000 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa, serta peraturan pelaksanaannya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 61 Tahun 2023 tentang Tata Cara Pelaksanaan Penagihan Pajak Atas Jumlah Pajak Yang Masih Harus Dibayar," ungkapnya.
Selain rekening bank, DJP juga melakukan pemblokiran terhadap aset keuangan lain yang dimiliki Wajib Pajak seperti subrekening efek, polis asuransi, dan instrumen keuangan lainnya yang berada di lembaga keuangan.
"Wajib Pajak yang terkena pemblokiran diminta segera menghubungi KPP tempat terdaftar untuk melakukan klarifikasi dan penyelesaian utang," ucap Agustin.
Meski sudah diblokir, fasilitas permohonan pembayaran secara angsuran maupun penghapusan sanksi administrasi tetap dapat diajukan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan perpajakan. Melalui langkah penegakan hukum penagihan ini, DJP berharap dapat meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak serta mendukung pencapaian target penerimaan negara tahun 2025 secara berkelanjutan.
Penagihan pajak akan terus dilakukan secara konsisten, terukur, dan sesuai ketentuan, sebagai bentuk pelaksanaan tugas negara dalam menjaga penerimaan, dengan selalu mengedepankan aspek humanis, efisien, yang berkeadilan, ketepatan waktu menagih, dan kesetaraan dalam melaksanakan hukum perpajakan. (*)