KETIK, PALEMBANG – Kejaksaan Negeri Palembang kembali menunjukkan keseriusannya dalam memberantas tindak pidana korupsi di wilayah Sumatera Selatan. Pada Kamis sore,15 Mei 2025, penyidik melimpahkan berkas tahap dua untuk kedua tersangka dalam kasus dugaan korupsi gratifikasi terkait izin K3 di Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Provinsi Sumsel ke Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Kedua tersangka yang berkasnya dinyatakan lengkap dan diserahkan kepada JPU adalah Harni Rayuni (HR) dan Firmansyah Putra. Harni Rayuni diduga kuat berperan sebagai pihak pemberi suap, memberikan sejumlah uang dengan tujuan memuluskan proses perizinan serta rekomendasi teknis dari Disnakertrans Sumsel.
Sementara itu, Firmansyah Putra, yang menjabat sebagai Kepala Bidang di Disnakertrans, diduga terlibat aktif dalam praktik korupsi dengan menerima suap atau gratifikasi terkait penerbitan surat izin keterangan layak K3.
Informasi yang dihimpun dari sumber terpercaya di lingkungan Rutan dan Kejaksaan menyebutkan bahwa proses pelimpahan tahap dua dan pemberkasan kedua tersangka dilakukan di lokasi yang berbeda. Tersangka Harni Rayuni menjalani proses tersebut di Lapas Wanita Merdeka, sedangkan tersangka Firmansyah Putra di Rumah Tahanan Pakjo Palembang.
Setelah pelimpahan berkas ini, tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) memiliki waktu selama 14 hari ke depan untuk melakukan penelitian terhadap kelengkapan berkas perkara kedua tersangka. Setelah dinyatakan lengkap, berkas perkara tersebut akan segera dilimpahkan ke Pengadilan Negeri Klas 1A Khusus Palembang untuk proses persidangan atau pengadilan.
Sebagai informasi, kasus ini sebelumnya telah menyeret dua tersangka lain, yakni mantan Kepala Disnakertrans Sumsel Deliar Rizgon Marzoeki dan staf pribadinya, Alex Rahman. Keduanya telah lebih dulu menjalani proses persidangan di Pengadilan Negeri Palembang setelah terjaring Operasi Tangkap Tangan (OTT) oleh Kejaksaan Negeri Palembang. Mereka diduga terlibat dalam praktik gratifikasi dan pemerasan terkait penerbitan surat Keterangan Layak K3 kepada sejumlah perusahaan.
Modus operandi yang diduga dilakukan oleh Deliar adalah dengan menerima sejumlah uang suap dan melakukan pemerasan terhadap perusahaan-perusahaan yang membutuhkan surat Keterangan Layak K3. Alex Rahman diduga berperan sebagai perantara dalam transaksi-transaksi ilegal tersebut.
Atas perbuatan mereka, para tersangka dijerat dengan pasal berlapis, termasuk Pasal 12 huruf B dan huruf E serta Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, serta Pasal 55 dan Pasal 56 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).(*)