Skandal LRT Sumsel Terbongkar, Uang Suap Disembunyikan di Apartemen, Kunci Jadi Alat Transaksi

18 Desember 2025 01:15 18 Des 2025 01:15

Thumbnail Skandal LRT Sumsel Terbongkar, Uang Suap Disembunyikan di Apartemen, Kunci Jadi Alat Transaksi
Majelis hakim memimpin jalannya persidangan perkara dugaan korupsi proyek LRT Sumatera Selatan di Pengadilan Negeri Palembang, Rabu 17 Desember 2025. (Foto: M Nanda/Ketik.com)

KETIK, PALEMBANG – Tabir gelap aliran dana dalam perkara korupsi proyek Light Rail Transit (LRT) Sumatera Selatan perlahan terkuak di ruang sidang Pengadilan Negeri (PN) Palembang. Fakta mencengangkan terungkap: uang suap miliaran rupiah tidak diserahkan langsung, melainkan disembunyikan di apartemen-apartemen di Jakarta, dengan kunci sebagai alat serah terima.

Fakta ini terungkap dalam persidangan Rabu 17 Desember 2025 saat Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejati Sumsel menghadirkan saksi-saksi kunci untuk menelusuri dugaan aliran dana kepada terdakwa Prasetyo Boeditjahjono, mantan Direktur Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan.

Saksi terpidana Ignasius Joko, yang memberikan keterangan secara daring di hadapan majelis hakim diketuai Pitriadi SH MH, mengungkap modus penyimpanan dana yang terbilang rapi dan terselubung.

Menurut Joko, uang yang diperuntukkan bagi Prasetyo tidak hanya berasal dari PT Perentjana Djaja, tetapi juga dari vendor lain dengan nilai mencapai Rp5 miliar. Dana tersebut disimpan dalam koper di sebuah unit apartemen, sementara kunci apartemen diserahkan kepada perantara sebagai penanda lokasi penyimpanan.

Penyerahan kunci itu, kata Joko, dilakukan saat ia bertemu salah satu staf Prasetyo di restoran khas Thailand di kawasan seberang Taman Menteng, Jakarta.

“Sesuai BAP, kunci apartemen diserahkan di restoran Thailand seberang Taman Menteng. Selain dari PT Perentjana Djaja, ada juga dana Rp5 miliar dari vendor lain,” ungkap Joko di persidangan.

Kesaksian Joko diperkuat saksi lainnya, Septiawan, yang membeberkan aliran dana miliaran rupiah dari PT Perentjana Djaja melalui staf PT Waskita Karya.

Sekitar April, Septiawan mengaku dihubungi seorang staf Waskita bernama Agus, yang menyerahkan kunci unit apartemen sebagai penanda lokasi uang disimpan. Dana tersebut disalurkan dalam dua tahap, yakni sekitar Rp3,6 miliar pada tahap pertama dan lebih dari Rp5,2 miliar pada tahap kedua.

Seluruh dana itu, kembali disimpan di apartemen dengan kunci sebagai alat transaksi tak kasat mata.

Rangkaian kesaksian ini menguatkan fakta yang sebelumnya terungkap dalam perkara terpidana Bambang Hariyadi Wikanta, mantan Direktur Utama PT Perentjana Djaja.

Dalam perkara tersebut, saksi Hari mengungkap adanya pemberian fee Rp25,6 miliar kepada pihak PT Waskita Karya terkait proyek fasilitas operasional yang gagal dikerjakan.

Pengembalian anggaran dari kas PT Perentjana Djaja dilakukan dalam lima tahap, seluruhnya dilakukan di dua apartemen berbeda di Jakarta atas perintah langsung pimpinan perusahaan.

Dengan rinciannya yakni Rp5,5 miliar (22 Agustus 2016) di apartemen kawasan MT Haryono, Rp7 miliar (27 Januari 2017), Rp4,2 miliar (19 Desember 2017) di Apartemen Kalibata Tower Rafles, Rp3,6 miliar (4 April 2018) serta Rp5,2 miliar di Kalibata Residence Tower Rafles.

Terungkapnya modus “kunci apartemen” dalam persidangan ini menjadi potongan penting dalam mengurai skema besar korupsi proyek LRT Sumsel. Bagi JPU, rangkaian fakta tersebut kian memperjelas pola aliran dana, peran para perantara, serta dugaan keterlibatan sejumlah pihak dalam perkara yang merugikan keuangan negara.

Persidangan pun terus berlanjut, menjadi panggung pembuktian atas salah satu kasus korupsi infrastruktur terbesar yang pernah mengguncang Sumatera Selatan.(*)

Tombol Google News

Tags:

Korupsi Infrastruktur Kasus LRT Palembang Waskita Karya Pengadilan Negeri Palembang