KETIK, MAGELANG – Direktorat Tindak Pidana Tertentu (Tipidter) Bareskrim Polri melakukan penindakan hukum secara komprehensif terhadap praktik penambangan pasir ilegal di kawasan konservasi Taman Nasional Gunung Merapi (TNGM), Kabupaten Magelang.
Operasi ini digelar pada Sabtu, 1 November 2025 sore, bekerja sama dengan Tim Gabungan yang terdiri dari Balai TNGM, Dinas ESDM Jawa Tengah, dan Polresta Magelang. Hasilnya, tim mengungkap aliran uang mencurigakan senilai sekitar Rp 3 triliun dalam dua tahun terakhir.
Direktur Tipidter Bareskrim Polri, Brigjen Pol Mohammad Irhamni, menjelaskan penindakan ini dilakukan setelah memetakan jaringan penjarahan yang terorganisir.
"Bila dikalkulasikan dari 36 titik lokasi tambang pasir ilegal di wilayah Kabupaten Magelang, diperkirakan nilai transaksi keuangan terkait aktivitas seluruh tambang pasir ilegal dalam periode 2 tahun terakhir mencapai Rp 3 triliun," tegas Brigjen Pol Moh Irhamni saat konferensi pers di Kalibatang Bawah.
Jaringan Mafia dan Penyitaan Alat Berat
Penindakan ini menyasar lokasi galian di alur Sungai Batang, Desa Ngablak, Kecamatan Srumbung, yang dipastikan berada di dalam kawasan TNGM dan tidak memiliki izin usaha pertambangan (IUP).
Polisi juga membidik 39 depo pasir yang tersebar di lima kecamatan di Magelang (Srumbung, Salam, Muntilan, Mungkid, dan Sawangan) sebagai penampung material ilegal.
Untuk mendukung penyidikan, tim menyita barang bukti berupa 5 unit ekskavator dan 4 unit dumptruck. Brigjen Irhamni menegaskan Bareskrim kini fokus mengejar para pemodal utama.
"Kami sedang menyiapkan pasal berlapis, termasuk TPPU, untuk menjerat para aktor intelektual di balik penjarahan sumber daya alam Merapi ini," ujarnya.
Secara spesifik, penambangan ilegal di alur Sungai Batang telah membuka lahan seluas 6,5 hektare dan beroperasi sekitar 1,5 tahun, dengan estimasi nilai transaksi di titik tersebut mencapai Rp 48 miliar.
Bencana Lingkungan dan Dukungan Warga
Kepala Balai TNGM, Muhammad Wahyudi, menyatakan aktivitas ilegal ini menimbulkan bencana ekologis.
"Berdasarkan data kami, hingga Oktober 2025 telah ditemukan sekitar 312 hektare area bekas bukaan lahan akibat tambang ilegal yang berada di dalam kawasan Taman Nasional Gunung Merapi," kata M Wahyudi.
Ia juga menyoroti kerugian sosial.
"Warga di sekitar mengeluhkan mata air menjadi keruh. Padahal air itu digunakan untuk kebutuhan sehari-hari masyarakat," ungkapnya.
Data TNGM menunjukkan, per Oktober 2025, sebanyak 47 alat berat terdeteksi masih beroperasi di wilayah konservasi seluas 6.607 hektare tersebut.
Senada, Kepala Dinas ESDM Provinsi Jawa Tengah, Agus Sugiharto, mendukung penuh langkah penindakan hukum ini.
"Aktivitas penambangan pasir ilegal ini tidak hanya memberikan dampak kerugian ekonomi bagi negara, namun juga menimbulkan kerugian sosial dan kerusakan lingkungan," ujar Agus.
Sedangkan Kapolresta Magelang, Kombes Polisi Herbin Garbawiyata Jaya Sianipar, menyatakan Polresta siap mendukung penuh proses penyidikan dan pengamanan barang bukti.
Di akhir keterangannya, Brigjen Pol Moh Irhamni menambahkan, Bareskrim juga mendapatkan dukungan kuat dari warga, perangkat desa, dan tokoh masyarakat, serta berkomitmen menyusun langkah-langkah solutif dan upaya pemulihan bagi masyarakat dan lingkungan Merapi. (*)
