KETIK, PROBOLINGGO – Pondok Pesantren Nurul Jadid menggelar upacara peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-80 Republik Indonesia pada Minggu (17/08/2025) di halaman Kampus Universitas Nurul Jadid (Unuja), Paiton, Probolinggo. Upacara diikuti seluruh jajaran pimpinan, pengurus pesantren, dosen, serta ribuan santri.
Rektor Universitas Nurul Jadid KH Najiburrahman Wahid yang bertindak sebagai inspektur upacara mengajak seluruh santri untuk menjadikan momen kemerdekaan sebagai sarana bersyukur atas nikmat Allah SWT dan hasil perjuangan para pahlawan.
“Alhamdulillah, atas kudrat dan iradah Allah SWT, kita kembali hadir di tempat ini untuk melaksanakan syiar, yaitu upacara kemerdekaan 17 Agustus 1945. Betapa bangsa Indonesia saat itu belum siap secara persenjataan dan materi, tapi karena rahmat Allah, kita bisa merdeka,” ujarnya dalam sambutan.
Ia menegaskan bahwa kemerdekaan bukan semata hasil kekuatan, tapi juga kehendak ilahi dan pengorbanan besar para pejuang. Oleh karena itu, ia mengingatkan agar generasi muda, khususnya santri, terus mendoakan para pahlawan bangsa.
“Jangan lupakan untuk mendoakan para syuhada dan pejuang agar mereka mendapat rahmat Allah SWT,” tambahnya.
KH Najiburrahman Wahid juga mengingatkan pentingnya Panca Kesadaran Santri yang telah menjadi prinsip pendidikan di Pondok Pesantren Nurul Jadid. Kesadaran tersebut meliputi kesadaran beragama, berilmu, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, serta berorganisasi.
Ia menegaskan bahwa pendiri pesantren Nurul Jadid, KH Zaini Mun’im, sejak awal telah memiliki visi kebangsaan. Santri tidak boleh hanya memikirkan diri sendiri, tetapi juga harus peduli pada nasib umat dan bangsa.
“Santri harus memperjuangkan dakwah Islam, memikirkan rakyat Indonesia, dan memperjuangkan keadilan sosial serta penerapan Pancasila dan UUD 1945 dalam kehidupan berbangsa. Tidak ada yang salah dengan keduanya jika dijalankan dengan benar,” jelasnya.
KH Najiburrahman juga menekankan pentingnya memiliki mental pekerja keras. Ia memperingatkan santri agar tidak menjadi generasi pemalas yang hanya mau bekerja jika ditekan atau terdesak.
“Apakah kita mau terus bermalas-malasan? Apakah kita mau bermental budak? Bangsa budak adalah bangsa yang hanya mau bekerja kalau dicambuk, kalau tertimpa musibah, kalau kepepet,” ujarnya dengan nada tegas.
Ia mengajak seluruh santri untuk bersyukur atas nikmat aman dan damai yang dirasakan Indonesia, yang tidak dimiliki oleh banyak negara lain yang masih dilanda konflik, seperti Palestina dan Ukraina.
“Kita harus bersyukur atas nikmat besar ini. Mari giat beribadah dan belajar, demi masa depan bangsa yang cerah dan masa depan kita sendiri di dunia dan akhirat,” pesannya.
Menutup sambutannya, KH Najiburrahman Wahid berharap santri Nurul Jadid menjadi generasi pelopor yang cinta tanah air sekaligus teguh menjalankan nilai-nilai Islam.
“Jadilah santri pelopor, santri yang berjiwa patriot, yang istiqamah dalam ajaran Ahlussunnah wal Jamaah, dan aktif membangun bangsa Indonesia,” pungkasnya. (*)