KETIK, PACITAN – Pembangunan dua unit Tempat Pengolahan Sampah Reduce-Reuse-Recycle (TPS3R) di Kelurahan Ploso dan Sidoharjo, Pacitan, memasuki fase pencarian.
Pada tahun anggaran 2025 ini, proses pembangunan kini mulai menyentuh tahap pencairan dana tahap pertama.
Kepala Bidang Penyehatan Lingkungan dan Air Minum (PLAM) Dinas PUPR Pacitan, Tonny Setyo Nugroho, mengungkapkan bahwa pencairan dana TPS3R saat ini berada dalam tahap penyaluran awal.
“Ini adalah tahap penyaluran pertama. Dana akan masuk ke rekening Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) dari Pemerintah. Informasinya minggu ini cair, dan setelah itu langsung digunakan untuk kegiatan fisik,” jelas Tonny, Rabu, 10 Juli 2025.
Sistem pencairan dana ini terbagi dalam tiga tahap. Tahap pertama sebesar 25 persen, tahap kedua 45 persen, dan sisanya untuk tahap ketiga.
Masing-masing lokasi TPS3R akan menerima alokasi dana sebesar Rp600 juta, dengan rincian Rp450 juta untuk pembangunan fisik dan Rp150 juta untuk pengadaan alat, seperti armada roda tiga, mesin pencacah, dan alat pemilah sampah.
Total anggaran yang digelontorkan pemerintah untuk dua lokasi ini mencapai Rp1,2 miliar.
Pembangunan TPS3R di Kelurahan Ploso akan dilakukan dari nol.
Sarana yang dibangun mencakup hanggar utama, kantor pengelola, hingga kamar mandi.
Berbeda dengan Sidoharjo, yang telah memiliki TPS3R namun memerlukan perluasan kapasitas karena peningkatan volume sampah.
“Untuk di Sidoharjo, akan dibangun gedung kedua. Selain karena overload, kami ingin memfokuskan TPS3R ini mendukung program budidaya maggot, sebagai solusi pengolahan sampah organik,” ujar Tonny.
Ia menambahkan, program ini tak lepas dari upaya menekan laju penumpukan sampah di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Dadapan, yang kini mulai kewalahan menampung sampah.
“TPA Dadapan itu dirancang untuk usia pakai 10 tahun, tapi baru dua tahun terisi sudah hampir sepertiga. Maka penting mendorong pemilahan dan pengolahan dari sumbernya, yakni rumah tangga,” tambahnya.
Dua lokasi TPS3R ini dipilih karena dinilai memiliki komitmen kuat dalam pengelolaan sampah.
Di Ploso, warga telah terbiasa memilah sampah anorganik seperti kertas, plastik, dan besi untuk kemudian dijual. Keuangan kelompok pengelola pun tercatat dan dilaporkan secara rutin setiap tahun.
“Ploso ini sudah ada embrio pengelolaan sampah, makanya lolos untuk dibangun TPS3R. Sebab salah satu syarat dari Kementerian PUPR adalah sudah ada sistem pengelolaan di masyarakat, agar tidak mangkrak setelah dibangun,” tegas Tonny.
Sementara itu, sistem di Sidoharjo sudah lebih matang, dengan pemilahan sampah dilakukan langsung di lokasi TPS3R dan rencana pengembangan budidaya maggot yang dinilai inovatif.
Meski dua TPS3R tengah dibangun, Tonny mengakui bahwa kebutuhan akan sarana pengolahan sampah masih tinggi.
Terutama untuk wilayah kota, idealnya setiap desa atau kelurahan memiliki unit TPS3R sendiri.
Namun, terbatasnya kuota usulan menjadi tantangan tersendiri.
“Dalam satu tahun, maksimal hanya dua TPS3R yang bisa diusulkan per kabupaten. Ke depan, kami berharap ada peningkatan kesadaran dan kesiapan masyarakat untuk membentuk embrio pengelolaan sampah terlebih dahulu, agar bisa diusulkan untuk dibangun TPS3R berikutnya," tutupnya.(*)