KETIK, PACITAN – Harapan nelayan di Pacitan untuk kembali meraup untung dari tangkapan benih bening lobster (BBL) atau benur terus diuji.
Fatkhanudin, nelayan benur Pantai Wawaran asal Kecamatan Kebonagung, mengungkapkan kebingungannya atas fluktuasi harga yang terus terjadi.
Harga jual benur di tingkat nelayan sempat naik pada Selasa, 1 Juli 2025 kemarin di kisaran Rp5 ribu hingga Rp6 ribu per ekor, tapi Rabu, 2 Juli 2025 hari ini turun lagi diangka Rp4 ribu.
Angka itu jauh dari harga ideal yang ditetapkan pemerintah, yakni Rp8.500 rupiah.
"Kami juga bingung, pemerintah itu membantu kita atau tidak. Saya nggak ngerasain langsung. Mau berharap juga susah, karena kami nggak tahu apakah kehadiran mereka benar-benar berpengaruh buat nasib nelayan," keluhnya, Rabu, 2 Juni 2025.
Tak hanya harga yang menjadi masalah. Ketidakpastian hasil tangkapan juga menambah tekanan terhadap nelayan.
Banyak dari mereka kini berpikir ulang sebelum memutuskan turun ke laut.
“Kadang bingung. Mau berangkat nangkap atau tidak. Kalau hasil banyak tapi harga turun, ya kita rugi. Apalagi kalau modal untuk solar dan alat tangkap nggak ketutup,” imbuhnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Perikanan Kabupaten Pacitan, Bambang Marhaendrawan, mengakui bahwa hingga kini ekspor benur masih belum diizinkan secara resmi.
Hal ini dikarenakan adanya moratorium dari pemerintah pusat yang belum dicabut.
"Sampai saat ini belum dicabut," ujarnya singkat.
Ketika ditanya kemungkinan adanya kebijakan baru terkait benur, Bambang menjawab. "Bisa jadi," kata dia.
Dengan belum adanya kepastian soal regulasi ekspor dan harga yang terus turun, nelayan benur di Pacitan terpaksa kembali menelan pil pahit.
Mereka berharap, pemerintah segera hadir dengan kebijakan yang mampu memberikan kepastian, bukan hanya larangan tanpa solusi.(*)