KETIK, PALEMBANG – Terdakwa Yudi Herzandi, Mantan Asisten I Bidang Pemerintahan dan Kesra Setda Muba, membacakan nota pembelaan atau pledoi dalam sidang lanjutan kasus dugaan tindak pidana korupsi pemalsuan dokumen pengadaan tanah proyek Tol Betung–Tempino–Jambi, Kamis 14 Agustus 2025.
Sidang yang berlangsung di Pengadilan Negeri Palembang tersebut dipimpin Wakil Ketua PN Palembang, Fauzi Isra SH MH, dengan menghadirkan tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Muba. Yudi hadir bersama tim kuasa hukum yang terdiri dari Dr Nurmala SH MH, Fitrisia Madina SH MH, dan Rini Susanti SH MH.
Dalam pledoinya, Yudi menegaskan bahwa seluruh tindakannya semata-mata demi percepatan pembangunan jalan tol, yang selama lebih dari empat tahun terhambat.
“Baru kali ini saya berurusan dengan hukum, setelah 30 tahun bekerja sebagai ASN. Sejarah kesalahan terbesar saya adalah niat baik saya ternyata tidak dianggap baik oleh orang lain,” ujar Yudi.
Ia mengaku tuduhan yang diarahkan kepadanya telah menghancurkan reputasi, karier, dan keluarganya. Sebagai pengurus MUI Muba, ketua Islamic Center, dan aktivis masjid, Yudi merasa terpukul.
“Masyaallah, keluarga saya hancur. Anak-anak saya di pesantren di-bully, teman-teman menjauhi saya. Bahkan yang mau menjadi saksi pun takut karena khawatir ikut dikriminalisasi,” ungkapnya dengan suara bergetar.
Yudi juga menegaskan tidak pernah menerima keuntungan pribadi. “Saya paham korupsi adalah masalah besar dan harus diberantas. Tapi mohon jangan jadikan saya korban hanya untuk mendapat pengakuan bahwa hukum telah ditegakkan,” pintanya kepada majelis hakim.
Ia menambahkan, selama bertugas di lapangan, banyak masalah lahan berhasil ia selesaikan untuk pembangunan tol sesi 3 sepanjang 15,47 kilometer di Bayung Lincir–Jambi. Namun, tidak ada satu pun apresiasi yang ia terima.
“Semua ini demi kelancaran pembangunan, tapi yang saya dapat justru tuduhan kejahatan,” ujarnya.
Kuasa hukum Yudi, Dr Nurmala SH MH, menegaskan bahwa kasus ini seharusnya tidak dapat menjerat kliennya karena secara hukum tidak ada kerugian negara. Bahkan, pihak yang disebut menerima ganti rugi, H Halim, belum menerima pembayaran.
“Pasal 15 Tipikor mensyaratkan adanya kerugian negara, sementara fakta persidangan menunjukkan hal itu tidak ada,” tegas Nurmala.
Ia memaparkan bukti bahwa lahan yang dipersoalkan bukan kawasan hutan, berdasarkan keputusan Menteri Kehutanan tahun 1993, 1996, dan 2025.
“Jika lahan bukan kawasan hutan, tuduhan pemalsuan dokumen menjadi tidak relevan. Surat pernyataan yang dibuat klien kami tidak bisa ditafsirkan sebagai dokumen palsu,” jelasnya.
Nurmala mengutip pernyataan Karni Ilyas: “Tidak semua yang berada di balik jeruji besi adalah orang jahat, dan tidak semua yang berkeliaran di luar adalah orang baik.” Menurutnya, Yudi adalah pejabat yang bekerja sesuai aturan, tetapi malah dikriminalisasi.
Terdakwa Yudi Herzandi didakwa dengan Pasal 9 UU Tipikor No 12 serta Pasal 9 junto Pasal 15 junto Pasal 53 dan Pasal 51 ayat 1. Pada persidangan sebelumnya, 11 Agustus 2025, JPU menuntut hukuman 2 tahun penjara dan denda Rp50 juta subsider 6 bulan kurungan.
Dalam pembelaannya, tim hukum memaparkan secara sistematis bantahan terhadap tuntutan pidana, mulai dari fakta-fakta persidangan, keterangan saksi, bukti surat, keterangan ahli, hingga analisis hukum.
“Klien kami bukan pelaku pemufakatan jahat dengan pihak lain seperti yang dituduhkan. Tidak ada mens rea atau niat jahat,” kata Nurmala.
Yudi menutup pledoinya dengan permohonan kepada majelis hakim untuk mencermati fakta persidangan secara objektif dan membebaskannya dari semua dakwaan.
“Sejak rumah saya digeledah Maret lalu, keluarga saya hidup dalam ketakutan. Semua hubungan baik saya terputus. Saya mohon dibebaskan, demi keadilan,” pungkasnya.(*)