Ngaku 'Pusing' Jadi Wali Kota Blitar, Mas Ibin: Mending Saya Jualan Telur Saja

22 Oktober 2025 16:59 22 Okt 2025 16:59

Thumbnail Ngaku 'Pusing' Jadi Wali Kota Blitar, Mas Ibin: Mending Saya Jualan Telur Saja
Wali Kota Blitar, Syauqul Muhibbin, saat melayat ke salah satu warganya, Rabu 22 Oktober 2025. (Foto: Favan/Ketik.com)

KETIK, BLITAR – Wali Kota Blitar, Syauqul Muhibbin, mengaku jabatan yang baru setahun diembannya terasa berat. Dalam nada bercanda, pria yang akrab disapa Mas Ibin itu bahkan menyebut lebih memilih berjualan telur ketimbang terus memimpin pemerintahan di tengah keterbatasan fiskal dan derasnya kritik publik.

“Menjadi wali kota itu tidak enak. Kalau ada yang ingin menggantikan posisi saya, silakan saja. Asal semua biaya logistik pencalonan saya dulu diganti. Mending saya jualan telur saja,” kata Mas Ibin, Senin, 20 Oktober 2025.

Ucapan itu disampaikan Mas Ibin saat menghadiri acara takziah di Kota Blitar. Meski dibungkus candaan, pernyataannya menggambarkan tekanan yang ia rasakan dalam mengelola pemerintahan di tengah pemangkasan anggaran yang signifikan.

Menurutnya, pendapatan asli daerah (PAD) Kota Blitar yang kecil tak sebanding dengan besarnya kebutuhan pembangunan. “APBD kita tahun ini ikut dipangkas lebih dari seratus miliar rupiah. Jadi, kami harus memutar otak agar pembangunan tetap berjalan,” ujar dia.

Untuk menjaga stabilitas keuangan daerah, Mas Ibin menggulirkan kebijakan efisiensi. Sejumlah pos belanja rutin dipangkas, termasuk tenaga pengamanan dan pegawai non-ASN di berbagai instansi. Namun, langkah itu menimbulkan resistensi.

“Kalau di satu kantor ada sepuluh satpam, kan bisa diefisienkan. Tapi ya banyak yang menolak,” kata Ibin.

Kebijakan tersebut, menurut Ibin, bukan tanpa risiko politik. Ia menyadari langkah penghematan itu akan mengundang kritik, bahkan hujatan. “Saya ini masih belajar. Tapi kalau dihina atau difitnah, kata kiai saya itu malah mengurangi dosa,” ujarnya.

Mas Ibin juga menceritakan percakapannya dengan salah satu rekannya sesama kepala daerah. Rekannya itu mengaku hampir setiap minggu didemo warganya.

“Saya tanya, bagaimana cara mengatasinya? Dia jawab ya ditinggal pergi saja,” tutur Ibin, terkekeh.

Candaan itu menandakan tekanan sosial dan politik yang kerap dialami kepala daerah di tengah situasi fiskal yang terbatas. Ibin mengaku berencana mengumpulkan para tokoh masyarakat dan pemangku kepentingan Blitar untuk mencari solusi bersama.

“Saya ingin semua pihak ikut membangun kota ini. Kalau dilakukan bersama, hasilnya akan lebih baik,” katanya.

Menanggapi pernyataan Mas Ibin, pengamat politik Blitar Raya, Mario Budi, menilai pernyataan tersebut sebagai refleksi dari tekanan yang dihadapi kepala daerah, namun tidak semestinya diucapkan secara terbuka.

“Seorang pemimpin tidak boleh mudah menyerah. Dalam konstitusi sudah diatur, masa jabatan kepala daerah itu lima tahun, dan harus dijalankan dengan tanggung jawab,” kata Mario.

Ia menduga pernyataan Ibin lebih bernada sindiran ketimbang keinginan sungguhan untuk mundur. “Mungkin Mas Ibin hanya meluapkan kejenuhan, menyindir atau sedang bercanda saja. Tapi di tengah publik yang sensitif, pernyataan seperti itu bisa ditafsirkan macam-macam,” ujarnya.(*)

Tombol Google News

Tags:

Syauqul Muhibbin Mas Ibin Wali Kota Blitar Kota Blitar Jualan telur Berat pusing