Mengunjungi Kampung Halaman Marsinah di Nglundo Nganjuk, Simbol Keberanian dan Kebanggaan Warga Setempat

10 November 2025 21:47 10 Nov 2025 21:47

Thumbnail Mengunjungi Kampung Halaman Marsinah di Nglundo Nganjuk, Simbol Keberanian dan Kebanggaan Warga Setempat
Patung Marsinah di Jalan Raya Baron, Desa Nglundo, Sukomoro, Nganjuk, Jawa Timur, Senin sore 10 November 2025. (Foto: Rahmat Rifadin/Ketik.com)

KETIK, NGANJUK – Hilir mudik kendaraan besar hingga sepeda motor padat dengan kecepatan tinggi di Jalan raya Baron, Desa Nglundo, Sukomoro, Nganjuk, Jawa Timur, Senin sore 10 November 2025. Sebagai jalanan lintas provinsi Surabaya-Yogyakarta, jalanan ini memang super sibuk setiap hari.

Di sisi jalan, berdiri tegak patung seorang perempuan dengan tangan kiri mengepal. Di bawahnya ada tulisan “Pahlawan Buruh Marsinah”.

Patung berwarna keemasan itu tepat berada di depan gerbang Desa Nglundo, Kecamatan Sukomoro, Kabupaten Nganjuk Jawa Timur, kampung halaman Marsinah. Ketik.com mengunjungi desa tersebut Senin sore 10 November 2025.

Di hari yang sama, di Istana Negara Jakarta, Presiden Prabowo Subianto baru saja usai memimpin Upacara Penganugerahan Pahlawan Nasional bagi mendiang Marsinah dan sembilan tokoh nasional lainnya.

Di acara kenegaraan itu, adik Marsinah, Wijiyati, yang merupakan ahli waris, tak dapat membendung air matanya. Di momen itu, dia menangis sesenggukan di samping foto almarhumah sang kakak.

Ratusan kilometer dari Istana Negara Jakarta, di Desa Nglundo, Nganjuk, makam Marsinah sunyi sepi. Tidak ada seremonial sama sekali di tempat itu atas penganugerahan gelar tersebut.

Warga setempat beraktivitas seperti biasa. Sore itu, saat Ketik.com berkunjung ke makamnya, hujan lebat turun.

“Biasanya makam Marsinah ramai kalau hari buruh 1 Mei. Banyak peziarah dari buruh-buruh daerah lain datang. Ada yang sampai dari Jakarta juga,” ucap Nur Fadilah, warga setempat yang membuka warung kopi di seberang jalan makam.

Wibowo, warga setempat lainnya menyebut nama Marsinah tetap harum di desa itu. Meski sudah 32 tahun berlalu sejak kepergiannya pada 1993, Marsinah tetap merupakan simbol keberanian bagi warga setempat.

“Kami bangga ada Marsinah yang asal desa sini. Meski nasibnya harus seperti itu,” ucap Wibowo.

Sosok Marsinah

Marsinah merupakan aktivis dan pembela hak buruh kelahiran 10 April 1969 di Nglundo, Nganjuk, Jawa Timur.

Ayah Marsinah bernama Astin dan ibunya adalah Sumini, sementara kakak perempuannya bernama Marsini dan adik perempuannya bernama Wijiyati.

Marsinah yang hanya lulusan SLTA memutuskan merantau ke Surabaya pada 1989. Keinginannya untuk mengenyam pendidikan perkuliahan harus pupus karena kondisi ekonomi.

Di Surabaya, Marsinah menumpang hidup di rumah Marsini yang sudah berkeluarga. Ia juga bekerja di pabrik plastik SKW di Kawasan Industri Rungkut, namun gajinya yang pas-pasan membuatnya harus mencari tambahan penghasilan dengan berjualan nasi bungkus.

Marsinah kemudian bekerja di sebuah perusahaan pengemasan barang sebelum akhirnya pindah bekerja di pabrik arloji PT Catur Putra Surya (PT CPS) di Desa Siring, Kecamatan Porong, Sidoarjo pada 1990. Di pabrik inilah kisah harunya bermula.

Selama bekerja di PT CPS, Marsinah dikenal sebagai buruh yang vokal dan selalu memperjuangkan nasib rekan-rekannya. Marsinah bergabung dan menjadi aktivis dalam organisasi buruh Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) unit kerja PT CPS.

Pada 1993, pemerintah mengeluarkan instruksi Gubernur KDH TK I Jawa Timur dalam surat edaran No. 50/Th. 1992 yang berisi imbauan kepada pengusaha Jawa Timur untuk menaikkan gaji pokok karyawan sebesar 20 persen.

Namun, imbauan tersebut tidak segera dipenuhi oleh para pengusaha, termasuk oleh PT CPS, tempat Marsinah bekerja. Hal itu memicu aksi unjuk rasa dari para buruh yang menuntut kenaikan upah.

Pada 2 Mei 1993, Marsinah terlibat dalam rapat perencanaan unjuk rasa yang digelar di Tanggulangin, Sidoarjo. Pada 3 Mei 1993, para buruh mencegah teman-temannya bekerja untuk melakukan aksi mogok.

Namun, Komando Rayon Militer (Koramil) setempat langsung turun tangan untuk mencegah aksi para buruh PT CPS tersebut.

Pada 4 Mei 1993, para buruh mogok total dan mengajukan 12 tuntutan kepada PT CPS. Marsinah menjadi salah satu dari 15 orang perwakilan buruh yang melakukan perundingan dengan pihak perusahaan dan masih terlibat hingga 5 Mei 1993.

Pada siang 5 Mei 1993, sebanyak 13 buruh yang dianggap menghasut rekan-rekannya untuk berunjuk rasa digiring ke Komando Distrik Militer (Kodim) Sidoarjo. Mereka dipaksa mengundurkan diri dari PT CPS karena dituduh telah menggelar rapat gelap dan mencegah karyawan lain bekerja.

Marsinah yang mendengar kabar tersebut, dikabarkan sempat mendatangi Kodim Sidoarjo untuk menanyakan keberadaan 13 rekannya. Pada malam harinya yaitu sekitar pukul 10 malam, Marsinah dikabarkan menghilang. Keberadaan Marsinah tidak diketahui lagi sejak saat itu.

Hingga akhirnya, jasadnya ditemukan dalam kondisi mengenaskan di hutan Wilangan, Nganjuk pada 9 Mei 1993. Hasil autopsi menyatakan Marsinah meninggal dunia satu hari sebelumnya pada 8 Mei 1993.

Penyebab kematian Marsinah disebut penganiayaan berat, Selain itu, Marsinah juga diketahui telah diperkosa. Sampai saat ini siapa pelaku pembunuhan Marsinah belum ditemukan.

Sebelum diberi gelar Pahlawan Nasional, ia telah lebih dulu dianugerahi Penghargaan Hak Asasi Manusia Yap Thiam Hien. Kisah hidupnya juga telah diangkat ke dalam berbagai karya sastra dan seni pementasan. (*)

Tombol Google News

Tags:

marsinah pahlawan nasional nglundo nganjuk aktivis buruh kaum buruh