Menguatkan Wawasan Kebangsaan sebagai Jihad Fikriyah dan Siyasiah

6 Agustus 2025 07:00 6 Agt 2025 07:00

Thumbnail Menguatkan Wawasan Kebangsaan sebagai Jihad Fikriyah dan Siyasiah
Oleh: Abdul Warits*

Di tengah pusaran globalisasi dan derasnya arus informasi digital, bangsa Indonesia dihadapkan pada tantangan serius: menguatkan kembali wawasan kebangsaan yang mulai tergerus oleh polarisasi politik, radikalisme ideologis, dan fragmentasi sosial. 

Dalam konteks ini, wawasan kebangsaan bukan sekadar slogan normatif, melainkan medan jihad intelektual (fikriyah) dan perjuangan politik kebangsaan (siyasiah) yang harus diperjuangkan oleh seluruh elemen bangsa, khususnya generasi muda, ulama, akademisi, dan pemimpin bangsa.

Wawasan kebangsaan adalah cara pandang bangsa Indonesia terhadap diri dan lingkungan dalam konteks Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. 

Ia mencerminkan identitas kolektif, kesadaran sejarah, dan kesatuan nasib sebagai bangsa yang majemuk. Menguatkan wawasan ini adalah upaya menjaga fondasi keberlangsungan bangsa agar tidak rapuh oleh intervensi ideologi transnasional maupun konflik kepentingan politik sempit.

Sayangnya, saat ini kita menyaksikan bagaimana pemahaman kebangsaan mulai dikaburkan oleh propaganda radikal, politik sektarian, dan narasi kebencian berbasis agama maupun etnis. 

Wawasan kebangsaan pun dipertentangkan dengan nilai-nilai agama, padahal dalam sejarahnya, para pendiri bangsa seperti Soekarno, Hatta, dan para ulama NU serta Muhammadiyah justru menjadikan nasionalisme sebagai bagian dari keimanan dan tanggung jawab keumatan

Dalam konteks jihad fikriyah (perjuangan pemikiran), memperkuat wawasan kebangsaan berarti melawan segala bentuk disinformasi, hoaks, dan ideologi yang merusak nalar kebangsaan. Dunia digital saat ini menjadi ladang perang narasi, di mana banyak pemuda mudah terjebak dalam polarisasi akibat literasi yang minim.

Maka, jihad fikriyah harus dilakukan melalui pendidikan kritis, dakwah yang mencerahkan, serta penyebaran konten positif yang meneguhkan nilai-nilai Pancasila dan keindonesiaan.

Jihad ini juga berarti merumuskan kembali gagasan Islam rahmatan lil ‘alamin dalam kerangka kebangsaan. Ulama, dosen, dan intelektual Islam memiliki tanggung jawab untuk menyuarakan bahwa cinta tanah air (hubbul wathan) bukanlah pengkhianatan terhadap agama, melainkan bagian dari amanah spiritual menjaga kedamaian, keadilan, dan kesejahteraan umat di bumi nusantara.

Sementara itu, jihad siyasiah adalah perjuangan dalam ranah politik untuk memastikan bahwa sistem dan kebijakan negara berpihak pada semangat kebangsaan dan kepentingan rakyat. Politik tidak boleh sekadar menjadi perebutan kekuasaan, tapi harus menjadi sarana memperkuat integritas bangsa, menjaga kedaulatan, dan membangun keadilan sosial.

Di tengah maraknya politik identitas dan pragmatisme kekuasaan, jihad siyasiah harus dilakukan oleh politisi, aktivis, dan masyarakat sipil untuk mengembalikan politik kepada akarnya sebagai alat perjuangan kebangsaan, bukan alat polarisasi. Keterlibatan warga negara dalam pemilu, diskusi publik, dan kontrol terhadap wakil rakyat merupakan bentuk nyata jihad siyasiah yang demokratis. 

Menguatkan wawasan kebangsaan adalah jihad panjang yang tidak cukup hanya dilakukan di panggung seremonial, tetapi harus ditanamkan sejak bangku sekolah, diperjuangkan di media sosial, dan diwujudkan dalam kebijakan publik.

Bangsa ini akan kuat apabila setiap warga negara merasa memiliki dan bertanggung jawab terhadap nasib Indonesia. Dalam jihad fikriyah dan siyasiah inilah, kita sedang menanam benih keutuhan bangsa demi masa depan yang lebih damai, adil, dan bermartabat.

*) Abdul Warits merupakan Sekretaris Duta Damai Santri Jawa Timur

**) Isi tulisan di atas menjadi tanggung jawab penulis

***) Karikatur by Rihad Humala/Ketik.co.id

****) Ketentuan pengiriman naskah opini:

  • Naskah dikirim ke alamat email redaksi@ketik.co.id.
  • Berikan keterangan OPINI di kolom subjek
  • Panjang naskah maksimal 800 kata
  • Sertakan identitas diri, foto, dan nomor HP
  • Hak muat redaksi.(*)

Tombol Google News

Tags:

opini Abdul Warits Wawasan kebangsaan