Mengenal Marsinah, Aktivis Buruh Era 1993 yang Dapat Gelar Pahlawan Nasional

10 November 2025 15:14 10 Nov 2025 15:14

Thumbnail Mengenal Marsinah, Aktivis Buruh Era 1993 yang Dapat Gelar Pahlawan Nasional
Presiden RI Prabowo Subianto memberikan gelar pahlawan nasional kepada ahli waris Marsinah di Istana, Jakarta, Senin, 10 November 2025. (Foto: Tangkap layar YouTube Sekretariat Presiden)

KETIK, JAKARTA – Presiden Republik Indonesia (RI) Prabowo Subianto memberikan gelar Pahlawan Nasional ke Marsinah seorang aktivis buruh. Pemberian gelar Pahlawan Nasional ini berlangsung di Istana Negara, Jakarta, Senin 10 November 2025 atau bertepatan dengan Hari Pahlawan.

Pemberian gelar Pahlawan Nasional ini diberikan Presiden Prabowo Subianto kepada ahli waris Marsinah dari Jawa Timur.

Sosok Marsinah

Bagi banyak orang, terutama bagi buruh tentunya sudah mengetahui siapa itu Marsinah. Ia merupakan buruh wanita asal Nganjuk, Jawa Timur yang bekerja di pabrik arloji di Porong, Sidoarjo, yaitu PT Catur Putra Surya (CPS).

Pada awalnya, Marsinah merupakan buruh wanita biasa saja yang tak banyak dikenal masyarakat luas. Ia baru dikenal masyarakat luas usai melakukan mogok kerja menutut hak mereka.

Bersama rekan-rekan buruh lain, Marsinah melakukan aksi mogok. Berharap 12 tuntutan ke tempatnya bekerja dikabulkan. Akhirnya 11 tuntutan dikabulkan, kecuali pembubaran Unit Kerja SPSI di PT CPS. Terkabulnya hasil tuntutan buruh tersebut, tertuang dalam Surat Persetujuan Bersama.

Kendati tuntutan Marsinah dan buruh lainnya sudah dikabulkan, pada 5 Mei 1993 sebanyak 13 buruh dipanggil oleh Kodim 0816 Sidoarjo dan mereka dipaksa mengundurkan diri dari PT CPS. Alasannya sudah tidak dibutuhkan lagi oleh perusahaan.

Namun mereka yang menolak, mendapatkan intimidasi dan tindakan represif. Mendengar ada panggilan Kodim 0816 Sidoarjo terhadap 13 rekannya. Marsinah menulis surat untuk teman-teman buruhnya yang isinya petunjuk menjawab interogasi.

Pada 5 Mei 1993, Marsinah bersama seorang rekannya melayangkan surat protes ke PT CPS yang diterima pihak keamanan pabrik. Setelah itu, malam harinya, mereka pulang menyempatkan berkunjung ke kediaman temannya.

Usai pertemuan malam itu, pukul 22.00, Marsinah pergi entah kemana sekaligus menjadi terakhir kali bagi rekan-rekannya bertemu dengan perempuan kelahiran 10 April 1969 itu.

Pada 8 Mei 1993, publik dikagetkan dengan ditemukannya jasad Marsinah di sebuah gubuk di kawasan hutan Desa Jegong, Kecamatan Wilangan, Nganjuk, Jawa Timur oleh segerombolan anak-anak.

Tubuhnya dipenuhi luka dan bersimbah darah. Tewasnya Marsinah mendapatkan perhatian publik dan Presiden Soeharto saat itu. Satu bulan pertama pengusutan kasus Marsinah, kepolisian sudah memeriksa 142 orang.

Puncaknya pada 1 November 1993 dini hari, satuan intelijen menculik delapan orang yang diduga sebagai pelaku pembunuh Marsinah. Kedelapan orang itu merupakan orang-orang dari PT CPS, dimana salah satunya pemilik pabrik, Judi Susanto.

Fakta Tewasnya Marsinah 

Hingga saat ini, fakta tewasnya Marsinah masih tetap misteri, walaupun sejumlah nama disebut-sebut sebagai pelaku.

Nama-nama itu adalah Suprayogi (satpam), Suwono (satpam), Widayat (bagian maintenance), dan Yudi Susanto (pimpinan PT CPS), yang dijadikan terdakwa kasus pembunuhan Marsinah yang awalnya dijatuhi hukuman antara 12 hingga 17 tahun penjara.

Ada juga oknum militer yang dijadikan terdakwa, yaitu Danramil Porong, Sidoarjo, Kapten Kusaeri. Ia diajukan ke Mahkamah Militer karena dianggap bersalah karena mengetahui kasus pembunuhan tapi membiarkan tindak pidana yang juga disetujui direksi PT CPS.

Penyebab hingga kunci kematian Marsinah tetap penuh misteri selama puluhan tahun, sejak 1995 hingga 2025. Tak pernah diketahui dengan pasti, siapanyang meletakkan mayatnya, siapa yang kebetulan menemukannya pertama kali dan kapan tewasnya.

Profil Marsinah

Marsinah lahir 10 April 1969 di Desa Nglundo, Kecamatan Sukomoro, Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur. Ia merupakan anak kedua dari tiga bersaudara yang semuanya perempuan. Kakaknya bernama Marsini dan adiknya Wijiati. Mereka bertiga lahir dari pasangan Astin dan Sumini.

Ibu Marsinah meninggal saat dirinya berusia 3 tahun dan adiknya Wijiati yang baru berusia 40 hari. Setelah ibu Marsinah meninggal, ayahnya menikah lagibdengan Sarini. Sejak ibu kandungnya meninggal, Marsinah kecil diasuh oleh Neneknya, Paerah yang tinggal bersama paman dan bibinya, Surahi-Sini.

Selama mengenyam pendidikan, Marsinah merupakan anak yang biasa saja, tapi teman-teman dan gurunya di SDN Nglundo menilainya rajin, punya minat baca tinggi, dan punya sikap kritis serta tanggung jawab yang menonjol.

Marsinah ternyata ingin kuliah di fakultas hukum selepas lulus SMA Muhammadiyah. Namun karena ekonomi, cita-citanya untuk mengenyam pendidikan di perguruan tinggi kandas.

Alhasil, Marsinah langsung bekerja. Di tahun 1989, ia ke Surabaya untuk mencoba peruntungan mencari kerja dengan menumpang di rumah kakaknya, Marsini.

Setelah berkali-kali melamar kerja ke berbagai perusahaan, akhirnya Marsinah diterima bekerja pertama kali di pabrik plastik SKW kawasan industri Rungkut. Gajinya jauh dari cukup. Walaupun ia masih Nyambi berjualannnasi bungkus di sekitar pabrik dengan harga Rp 150.

Pada tahun 1990, Marsinah bekerja di PT Catur Putra Surya (CPS), Rungkut, Surabaya, meski sebelumnya sempat bekerja di sebuah perusahaan pengemasan barang.

Di pabrik pembuatan arloji di Rungkut, Surabaya, dengan beberapa kawannya, Marsinah menuntut berdirinya unit serikat pekerja formal (SPSI). Tuntutan inilah mungkin membuatnya dipindah pihak manajemen ke pabrik PT CPS lainnya di Porong, Sidoarjo pada awal tahun 1992.

Marsinah, kini namanya dikenang sebagai simbol perjuangan keadilan para pekerja, terutama setiap Hari Buruh Internasional. (*)

Tombol Google News

Tags:

marsinah profil Marsinah Prabowo Subianto Presiden RI Hari Pahlawan