Sebagai pecinta olahraga, saya tak akan pernah bosan untuk menyuarakan terkait prestasi, pembinaan, serta progres-progres yang berkaitan langsung dengan pembiayaan yang bersumber dari keuangan negara. Sehingga perlu kiranya untuk mencarikan solusi antara hal-hal klasik yang seakan menjadi biang kerok, antara lain keterbatasan anggaran dan sistem pembinaan yang kurang optimal.
Keterbatasan anggaran tidak hanya terjadi di Kabupaten Trenggalek, hampir semua kabupaten juga merasakan hal demikian. Ini artinya, harus ada win-win solution untuk bisa mengkonversi keterbatasan anggaran tersebut dengan hal-hal yang bisa dianggap sebagai alternatif.
Pun demikian saat Kabupaten Trenggalek harus rela menjadi penghuni papan bawah pada dua Pekan Olahraga Provinsi, alasan keterbatasan anggaran paling lantang disuarakan. Padahal ada beberapa aspek yang terlupakan. Sebut saja pembatasan pengiriman atlet saat mengikuti event-event, yakni antara atlet-atlet yang berpeluang memperoleh medali dan atlet yang peluangnya relatif kecil untuk menyabet medali.
Sehingga, dengan efektivitas anggaran tersebut tentu sangat bijak untuk dialihkan ke sektor-sektor pembinaan cabang olahraga (Cabor). Termasuk lebih mengefektifkan menggelar kompetisi-kompetisi internal. Pendeknya, bisa hitungan-hitungan mana atlet yang layak diberangkatkan dan yang tidak layak untuk diberangkatkan.
Menjelang digelarnya Musyawarah Olah-raga Kabupaten Luar Biasa (Musorkablub) yang rencana akan digelar pada awal Januari 2026 mendatang, tentu akan menjadi ajang adu gagasan bagi para bakal calon (Bacalon). Ini merupakan momentum yang tepat untuk memilih orang nomor satu Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Trenggalek yang benar-benar paham akan olahraga dan punya dedikasi tinggi untuk memajukan prestasi olahraga di Trenggalek.
Paling tidak, punya komitmen tinggi untuk mendongkrak prestasi di event-event selanjutnya. Baik di tingkat regional, nasional, ataupun di tingkat internasional. Talenta-talenta berbakat di Trenggalek lebih dari cukup untuk dioptimalkan. Bukan rahasia umum atlet-atlet Trenggalek sering menjadi tulang punggung, baik untuk provinsi atau untuk tim nasional.
Peran vital Ketua KONI akan menjadi tolak ukur keberhasilan akan sebuah prestasi. Karena, KONI merupakan induk dari Cabor yang ada di daerah wilayahnya. Tak terkecuali bakal calon harus mumpuni di segala hal, baik teknis maupun non teknis.
Ketua KONI tidak hanya sekadar hadir sebagai orang nomor satu, tapi juga punya tanggungjawab moral sekaligus sebagai pengungkit prestasi. Bukankah ending dari sebuah kepemimpinan itu adalah kesuksesan. Baik secara organisasi dan tanggungjawab moral kepada masyarakat.
Tidaklah berlebihan jika kita menyebut Trenggalek merupakan gudangnya atlet. Contoh, atlet tenis lapangan, pencak silat, senam, catur, panahan, sepak takraw, serta cabor-cabor lain yang mungkin perlu digali lagi. Sehingga, tidak ada alasan keterpurukan kontingen Kabupaten Trenggalek akan terulang lagi di era kepemimpinan Ketua KONI yang baru. Tentu ini harga yang mahal dalam hal mendongkrak prestasi.
Siapapun yang bakal memimpin KONI Trenggalek, salah satu yang harus menjadi perhatian adalah rasa ingin dan peduli akan kemajuan olahraga di Trenggalek. Termasuk bisa menjalin komunikasi intensif dengan Cabor yang ada. Terutama Cabor yang berpeluang mendapatkan pundi-pundi medali.
Diakui atau tidak, Porprov adalah tolak ukur paling sederhana akan keberhasilan mencetak serta kesuksesan membina atlet. Termasuk bisa membentuk tim pemandu bakat sebagai acuan untuk mengoptimalkan kualitas atlet.
Musorkablub bukan sekadar ajang unjuk kekuatan untuk menjadi orang paling kuat, tapi juga harus menjadi ajang kepedulian sekaligus kecintaan akan olahraga di Kabupaten Trenggalek.