Kebijakan deregulasi impor yang diimplementasikan pemerintah melalui relaksasi lebih dari 400 pos HS Code pada 10 kelompok komoditas strategis menandai babak baru dalam penguatan ekosistem industri nasional. Langkah ini tidak sekadar respons terhadap dinamika global, tetapi juga wujud nyata dari regulasi adaptif yang menyesuaikan kebutuhan industri manufaktur dalam negeri.
Deregulasi ini dipandang sebagai bentuk smart regulation yang mampu mengakomodasi kebutuhan bahan baku dan komponen industri secara lebih efisien. Dengan menghapus atau menyederhanakan mekanisme Persetujuan Impor (PI) dan Laporan Surveyor (LS), pemerintah bermaksud memangkas lead-time pasokan, menurunkan biaya logistik, dan memperbaiki rantai pasok nasional dari hulu ke hilir.
Salah satu dampak paling nyata adalah penurunan biaya produksi di sektor manufaktur. Adhi S. Lukman dari Apindo memperkirakan efisiensi biaya administrasi dan storage di pelabuhan dapat mencapai 2–5%. Hal ini memberikan daya saing baru bagi produk domestik, baik di pasar ekspor maupun dalam negeri, serta menjadi sinyal positif bagi investor global yang menilai Indonesia semakin pro-bisnis dan terbuka terhadap reformasi struktural.
Relaksasi impor pada kelompok produk kehutanan, misalnya, sangat krusial bagi industri furnitur, kemasan, dan pulp & paper. Banyak bahan baku berkualitas tinggi yang belum tersedia secara lokal, sehingga kelancaran impor menjadi prasyarat bagi peningkatan kapasitas ekspor produk hilir bernilai tambah tinggi.
Pada sektor pupuk bersubsidi, deregulasi terbukti mempercepat distribusi ke petani, menurunkan harga jual, dan memperkuat ketahanan pangan nasional. Data menunjukkan, pasokan pupuk yang sebelumnya sering terhambat birokrasi kini dapat didistribusikan lebih responsif terhadap kebutuhan musim tanam.
Industri energi alternatif juga diuntungkan. Banyak pabrik tekstil, petrokimia, dan makanan-minuman yang mengandalkan solar industri, biodiesel, atau LPG sebagai sumber energi. Dengan relaksasi sembilan pos HS Code bahan bakar non-BBM, pasokan energi industri diharapkan menjadi lebih stabil, mendukung efisiensi produksi, dan memperkuat program transisi energi nasional.
Pada bahan baku plastik, khususnya kopolimer polipropilena, deregulasi menjadi solusi atas keterbatasan produksi dalam negeri. Komoditas ini sangat vital untuk industri kemasan makanan-minuman, farmasi, dan otomotif. Efek langsungnya adalah peningkatan kapasitas produksi dan percepatan proses manufaktur berbasis teknologi injeksi serta cetakan plastik.
Kelompok pemanis buatan dan bahan fragrance juga mendapat perhatian. Industri makanan, minuman ringan, kosmetik, dan farmasi sangat bergantung pada bahan aktif impor seperti sakarin dan essence parfum. Dengan relaksasi enam pos HS Code, pelaku industri tidak lagi menghadapi keterlambatan produksi akibat hambatan perizinan.
Deregulasi bahan kimia tertentu, seperti sodium tripolyphosphate (STPP) dan asam formiat, berdampak langsung pada kelancaran pasokan input untuk industri deterjen, pengawet makanan, dan tekstil. Estimasi lead-time impor bahan kimia strategis diharapkan berkurang dari rata-rata 12 hari menjadi hanya 4 hari.
Pada sektor perhiasan, relaksasi impor mutiara mentah dan setengah jadi memberikan dorongan signifikan bagi pengrajin lokal untuk memproduksi koleksi premium berorientasi ekspor. Hal ini memperkuat kontribusi sektor kriya dalam perekonomian nasional. Walau tentunya, juga musti melindungi pembudidaya mutiara lokal.
Terkait food tray stainless, mungkin kita belum mampu memproduksi lonjakan kebutuhan produk ini karena program Makan Bergizi Gratis yang diperkirakan terjadi 25x permintaan dari kapasitas nasional saat ini. Tapi bila secara integratif pemerintah membuka peluang substitusi impor melalui pengembangan industri lokal.
Dengan integrasi hulu (SS coil) dan hilir (tray), serta dukungan insentif fiskal dan kebijakan pembelian agregat, catatan saya menunjukkan potensi payback kurang dari tiga tahun untuk lini produksi lima juta tray per tahun dengan IRR mencapai 18%. Target Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) pun dapat diproyeksikan meningkat hingga 60% pada 2027. Artinya ada jaminan dalam masa kepemimpinan Presiden Prabowo, backward-forward linkage industri ini bertumbuh.
Pada industri alas kaki, enam pos HS Code yang direlaksasi mencakup sepatu olahraga jadi, seperti track-spike atletik, cleats sepak bola premium, dan performance court shoes kelas dunia. Teknologi mid-sole super-foam dan komponen high-end lainnya masih harus diimpor karena belum tersedia secara lokal, baik dari sisi teknologi maupun skala produksi.
Permintaan volume kecil, dengan model yang sering berganti menjadikan teknologi ini tidak ekonomis bila pengusaha lokal melakukan industrinya di sini. Kita tetap membutuhkan produk-produk ini dengan deregulasi LS skema just-in-time untuk retail & even olahraga besar seperti PON 2025 misalnya.
Sementara itu, relaksasi impor sepeda roda dua dan tiga (CKD kit) mendorong peningkatan produksi dan perakitan domestik. Komponen seperti frame, gear set, dan brake disc yang belum bisa diproduksi di dalam negeri kini dapat diimpor lebih cepat, mendukung tren mobilitas hijau dan urbanisasi.
Namun, di balik manfaat yang dihasilkan, catatan kritis tetap perlu dikedepankan. Deregulasi berpotensi membuka celah masuknya barang konsumsi jadi yang dapat melemahkan industri lokal, terutama UMKM dan produsen kecil yang belum memiliki kapasitas impor langsung. Risiko penyalahgunaan kode HS, mark-up transfer pricing, dan masuknya barang non-standar harus diantisipasi melalui pengawasan ketat dan harmonisasi regulasi sektor hulu-hilir.
Pemerintah diharapkan membangun dashboard monitoring dan evaluasi publik yang transparan untuk menilai dampak deregulasi terhadap volume impor dan output industri. Penegakan hukum terhadap pelanggaran importasi barang jadi berkedok bahan baku menjadi kunci agar deregulasi tidak menimbulkan distorsi pasar.
Pada akhirnya, deregulasi ini merupakan langkah strategis yang akan efektif jika diiringi dengan reformasi struktural lain seperti deregulasi tenaga kerja, insentif energi, dan perlindungan industri padat karya. Dorongan terhadap hilirisasi dan substitusi lokal juga menjadi agenda jangka panjang agar Indonesia tidak terjebak dalam ketergantungan impor yang permanen.
Dengan demikian, kebijakan deregulasi impor dapat menjadi katalisator pertumbuhan industri nasional (ditengah menurunnya konsumsi dan ICOR yang masih tinggi), asalkan tetap dijalankan secara terintegrasi, diawasi secara ketat, dan diarahkan untuk memperkuat kapasitas domestik serta daya saing global industri Indonesia.
*) Muhammad Sirod merupakan Fungsionaris Kadin Indonesia
**) Isi tulisan di atas menjadi tanggung jawab penulis
***) Karikatur by Rihad Humala/Ketik.co.id
****) Ketentuan pengiriman naskah opini:
- Naskah dikirim ke alamat email redaksi@ketik.co.id.
- Berikan keterangan OPINI di kolom subjek
- Panjang naskah maksimal 800 kata
- Sertakan identitas diri, foto, dan nomor HP
- Hak muat redaksi.(*)