KETIK, PALEMBANG – Puluhan mahasiswa yang tergabung dalam Gerakan Pemuda Mahasiswa Sumatera Selatan (GAASS) menggelar aksi demonstrasi di depan Pengadilan Negeri (PN) Palembang, Rabu 10 Desember 2025.
Mereka memprotes dugaan kejanggalan dalam persidangan kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) yang melibatkan oknum polisi berinisial AW, dengan nomor perkara 1266/Pid.Sus/2025/PN Plg.
Dalam aksi itu, mahasiswa menilai adanya indikasi obstruction of justice, dugaan pelanggaran asas keterbukaan informasi, serta potensi konflik kepentingan yang dianggap dapat merugikan korban dan mencederai integritas peradilan.
Koordinator aksi, Medi Susanto, menegaskan bahwa GAASS menuntut PN Palembang dan aparat penegak hukum segera menindaklanjuti berbagai kejanggalan yang mereka nilai terjadi selama proses persidangan.
“Kami melihat ada banyak kejanggalan yang merugikan korban. Ini bukan sekadar persoalan individu, tetapi menyangkut marwah penegakan hukum di Sumatera Selatan,” tegas Medi dalam orasinya.
GAASS mengajukan lima poin desakan yakni Mengganti Majelis Hakim yang dinilai membatasi akses publik dan tidak konsisten dengan asas persidangan terbuka, Mengganti Jaksa Penuntut Umum, karena dianggap memiliki potensi konflik kepentingan, Meminta transparansi legalitas kuasa hukum terdakwa, yang disebut belum resmi terdaftar, Menuntut sidang dibuka untuk umum sesuai Pasal 153 ayat (3) KUHAP dan Pasal 44 UU PPKDRT, serta mendesak penahanan terdakwa, sebagaimana aturan KUHAP dan UU PKDRT.
Menanggapi aksi tersebut, Juru Bicara PN Palembang Candra Gautama, menegaskan bahwa semua tahapan sidang telah berjalan sesuai aturan.
“Perkara ini sampai hari ini sudah masuk tahap pemeriksaan saksi. Semuanya berjalan sesuai koridor. Jika ada yang merasa keberatan, mekanismenya jelas,” kata Candra.
Ia menegaskan, pada prinsipnya sidang memang terbuka untuk umum. Namun majelis dapat menetapkan sidang tertutup jika terdapat unsur kesusilaan atau hal tertentu yang harus dijaga kerahasiaannya.
“Jika ada aspek kehormatan atau kesusilaan yang harus dilindungi, majelis punya kewenangan menutup persidangan,” ujarnya.
Dalam dakwaan JPU Ursula Dewi, SH, kasus ini bermula pada 26 Februari 2024, saat terdakwa Arief Widianto terlibat cekcok dengan istrinya, Melysa Anggraini, di rumah mereka di Jalan Purwosari II, Palembang. Pertengkaran dipicu temuan percakapan WhatsApp terdakwa dengan wanita lain.
Terdakwa kemudian melempar telepon genggam OPPO Reno 8 ke arah wajah korban, menyebabkan luka robek 1,5 cm di mata kiri, bengkak, dan lebam sesuai Visum et Repertum RS Caritas Palembang.
Terdakwa dijerat dakwaan primair denganPasal 44 ayat (1) UU PKDRT serta Dakwaan subsider Pasal 44 ayat (4) UU PKDRT
Perkara kini memasuki agenda pemeriksaan saksi dengan hakim ketua Parmatoni.(*)
