KETIK, BONDOWOSO – Hembusan angin pegunungan yang sejuk berpadu dengan alunan musik menghadirkan suasana romantis di Desa Wisata Teduh Glamping, Kecamatan Sumberwringin, Kabupaten Bondowoso, Sabtu 11 Oktober 2025 malam.
Di bawah langit malam bertabur bintang, ribuan penonton larut menikmati gelaran Sound of Ijen Caldera 2025, yang menyatukan pesona alam, musik, dan promosi pariwisata dalam satu harmoni.
Musisi Tri Suaka menjadi bintang utama acara, membawakan sejumlah lagu populer dengan ciri khasnya yang hangat dan energik. Sorak penonton berpadu dengan udara dingin pegunungan, menciptakan pengalaman yang tak terlupakan bagi para pengunjung.
Bupati Bondowoso KH Abdul Hamid Wahid mengungkapkan, kegiatan tersebut merupakan bagian dari strategi besar untuk mendukung revalidasi UNESCO Global Geopark (UGG) di kawasan Ijen.
“Tri Suaka adalah figur publik yang punya pengaruh besar. Kehadirannya diharapkan mampu ikut menggaungkan pariwisata Ijen yang menjadi kebanggaan Bondowoso,” ujarnya.
Menurut Ra Hamid, tahun ini Sound of Ijen Caldera digelar di luar kawasan Sempol/Ijen seperti biasanya, dan memilih Teduh Glamping sebagai lokasi utama karena masih termasuk dalam wilayah UNESCO Ijen Geopark.
“Lokasi ini representatif sekaligus memperlihatkan potensi wisata alam Bondowoso yang semakin beragam,” tambahnya.
Sementara itu, Plt Kepala Disparpora Bondowoso, Zola menjelaskan bahwa Sound of Ijen Caldera bukan sekadar konser musik, tetapi bentuk inovasi promosi wisata yang menggabungkan seni dan alam.
“Tren pariwisata kreatif berbasis musik dan lingkungan kini banyak diminati. Inilah cara kami memperkenalkan Bondowoso ke dunia,” katanya.
Selain memperkuat eksistensi Ijen Geopark yang telah diakui UNESCO, acara ini juga menyoroti potensi Sumberwringin sebagai destinasi ekowisata baru di kaki Gunung Raung dan Ijen.
Tri Suaka, yang tampil bersama Nabila Maharani, bukan hanya menghibur tetapi juga menyelipkan pesan tentang pentingnya menjaga alam dan budaya lokal.
“Musik bisa jadi sarana menyatukan semangat wisata dan pelestarian lingkungan,” ungkapnya di atas panggung.
Acara semakin semarak dengan penampilan kolaboratif antara musisi lokal dan pelajar SMA, serta hadirnya beragam kuliner khas Bondowoso seperti kopi arabika Ijen Raung, tape manis, dan jajanan tradisional lainnya yang menggugah selera.
Tri Suaka mengaku awalnya mengenal Bondowoso lewat tayangan bertema mistis di televisi, namun pandangannya berubah setelah menyaksikan langsung keindahan alam dan kekayaan budaya setempat.
“Dulu tahunya Bondowoso dari acara Uka-Uka. Tapi ternyata luar biasa—kopinya enak, wisatanya keren,” ujarnya sambil tersenyum.
Sementara Nabila Maharani mengungkapkan kekagumannya pada fenomena blue fire Kawah Ijen yang mendunia.
“Banyak wisatawan rela datang jauh-jauh hanya untuk melihat blue fire. Pengalaman yang luar biasa,” katanya.
Camat Sumberwringin, Probo Nugroho SH menuturkan, kegiatan seperti ini memberi dampak nyata pada ekonomi masyarakat.
“Homestay penuh, warung makan ramai, dan penjual suvenir laris. Ini bukti bahwa pariwisata kreatif mampu menggerakkan ekonomi desa,” ucapnya.
Selain menikmati konser, pengunjung juga disuguhkan panorama malam Teduh Glamping yang dikelilingi hutan pinus dan kebun kopi. Banyak wisatawan memilih bermalam untuk merasakan pengalaman glamping di tengah alam terbuka.
Sound of Ijen Caldera menjadi bagian dari Program Pengembangan Ijen UNESCO Global Geopark, sekaligus memperkuat identitas Bondowoso sebagai “The Highland Paradise” — surga dataran tinggi yang memadukan keindahan alam, budaya, dan kreativitas masyarakatnya.