KETIK, SURABAYA – Batik merupakan warisan budaya khas Indonesia yang patut untuk terus dilestarikan dan warisan budaya dunia takbenda yang diakui oleh UNESCO sejak 2 Oktober 2009.
Momen ini tentu menjadi suatu kebanggaan bagi Indonesia sehingga melalui Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 33 Tahun 2009 pada 17 November 2009, tanggal 2 Oktober resmi diperingati sebagai Hari Batik Nasional.
Menjadi warisan budaya dan telah melekat di kehidupan bangsa Indonesia sejak dahulu kala membuat pengrajin batik tersebar di seluruh penjuru Indonesia. Tak terkecuali Sidoarjo.
Sidoarjo menjadi salah satu kota dengan potensi ekonomi penghasil batik. Sidoarjo memiliki Kampung Batik Jetis yang telah eksis sejak tahun 1675. Kampung ini diresmikan oleh pemerintah Sidoarjo pada tanggal 3 Mei 2008.
Penduduk kampung ini sebagian besar bermata pencaharian sebagai pengrajin batik. Salah satunya Menik. Ia mulai menjadi pengrajin batik karena mengikuti ajakan temannya. Ia mulai membatik sejak duduk di bangku sekolah dasar, hingga kini usianya menginjak 67 tahun.
Perempuan asal Tulungagung ini aktif menjadi pengrajin batik di CV. Handal Insan Sentosa milik Haji Ischak yang terletak di Jetis Gang II Nomor 70, Sidoarjo. Setiap harinya, ia akan mulai membatik sejak pukul 07.00 WIB hingga pukul 16.00 WB.
Apabila sedang tidak ada permintaan, dalam satu hari Menik menghasilkan paling tidak 1 kain batik dengan motif yang ia gambar sesuai dengan kreativitasnya. Sebagai seorang yang telah lama membatik, ia tidak lagi membutuhkan pensil untuk menggambar motif awal pada kain, langsung menggunakan canting dan malam sebagai alat utama untuk menggambar.
Batik-batik yang telah ia buat, nantinya akan dipasarkan sesuai dengan jenis dan motif yang dihasilkan. "Kalau ini kan sewek, dipasarkan ke Mojokerto," ujarnya.
"Senang, mbak. Kudu sabar mbak ngene iki (harus sabar begini ini), harus telaten," tambah dia.
Ibu Menik, sapaan akrabnya, berkarya menggunakan hati, ia selalu merasa senang setiap membatik. Ia tidak pernah merasa kesulitan sedikit pun dalam menerima permintaan pelanggan.
Ia juga selalu senang berbagi ilmu seputar membatik kepada semua orang. Menik kerap kali mengajarkan cara membatik kepada para pengunjung yang berkunjung ke tempat kerjanya.
Ia berkeinginan untuk membuka usaha batik sendiri, namun ia merasa kesusahan untuk memasarkan hasil batik-batiknya.
"Saya ingin membuat sendiri, namun untuk memasarkannya itu susah. Sebenarnya poses pembuatannya mudah, namun ya itu, memasarkannya susah. Apalagi jika kita ndak punya langganan toko-toko," tuturnya.
Ke depannya ia berharap semoga kegiatan membatiknya semakin lancar dan Menik menjadi salah satu pelestari batik dari sekian banyak warga Indonesia yang sudah mulai meninggalkan dan mulai melupakan batik sebagai warisan budaya asli Indonesia.
Kegigihan dan ketelatenan Menik dalam berkarya dan melestarikan batik tulis diharapkan dapat membangkitkan serta mempertahankan semangat dalam melestarikan warisan budaya. (*)